Monday, June 29, 2009

Untuk Go Green, perlukah Be Vegan?

Pasti pernah kan melihat stiker yang dituliskan orang di belakang kaca mobilnya, isinya: GO GREEN, BE VEGAN? Sepertinya, sosialisasinya sudah semakin heboh sekarang. Kemarin aku lihat slogan itu juga sudah mejeng di mal. Sebelumnya, sudah bertebaran di billboard ataupun spanduk-spanduk di jalan.

Awalnya, aku kurang menangkap hubungan antara GO GREEN dan BE VEGAN.
Aku paham kalau GO GREEN itu pasti slogan yang intinya mengajak kita untuk kembali memperhatikan alam. Kita harus kembali menghijaukan bumi yang sudah semakin sakit karena pemanasan global yang kita alami sekarang ini. Dan aku sangat setuju sekali dengan ajakan untuk bersama-sama kembali menghijaukan bumi. Seperti progam satu orang satu pohon yang menurutku adalah program nyata yang paling mudah untuk kita laksanakan secara individual. Selamatkan bumi kita. Tanamlah pohon sebanyak-banyaknya.

Kalau BE VEGAN/VEGETARIAN, sedikit banyak aku juga paham. Biasanya ini terkait dengan orang-orang yang memutuskan untuk tidak mengkonsumsi produk-produk hewani, seperti daging, sama sekali. Mungkin untuk yang VEGAN, masih bisa minum susu dan makan telur. Tapi untuk yang VEGETARIAN, biasanya makanannya murni berasal dari tumbuh-tumbuhan atau nabati. Ada banyak alasan yang membuat orang memilih untuk menjadi vegan atau bahkan menjadi vegetarian.

Ada karena alasan kesehatan, dimana dokter menganjurkan agar si pasien yang sudah di-diagnosa menderita penyakit tertentu untuk mengurangi atau bahkan menghentikan sama sekali konsumsi produk hewani, seumur hidupnya. Ada juga karena alasan agama atau keyakinan. Karena aku tahu ada keyakinan tertentu yang mewajibkan jemaatnya untuk tidak mengkonsumsi daging. Setahuku, latar belakangnya didasarkan pada menghargai nyawa sesama mahluk hidup. Dimana hewan itu dikatakan juga memiliki nyawa yang sama berharganya juga dengan nyawa manusia. Sehingga tidak pantas dikorbankan hanya untuk memenuhi kebutuhan makanan manusia. Termasuk juga ayam, sapi dan ikan. Bahkan bagi yang vegetarian, memakan telur itu diidentikkan dengan memakan janin, dan sudah termasuk mengorbankan nyawa mahluk lain.


Kembali ke slogan GO GREEN, BE VEGAN, apakah akan langsung terlihat hubungan keduanya? Tidak. GO GREEN menganjurkan kita untuk menghijaukan dunia. BE VEGAN menganjurkan kita untuk tidak mengkonsumsi produk hewani. Tidak ada korelasinya. Lalu, seorang teman (thanks, mbak Dyah) memberi informasi mengenai hubungan antara keduanya.

Kesimpulannya bisa dikatakan seperti ini:
Setiap kegiatan manusia modern itu semua mengeluarkan zat pemicu efek rumah kaca. Seperti CFC yang berasal dari AC mobil, rumah ataupun kantor. Juga CO2 yang dihasilkan dari polusi mobil dan motor. Tak ketinggalan Methane dari pembakaran makanan terutama jenis daging-dagingan. Nah, methane inilah yang kemudian dijadikan mata rantai penghubung antara GO GREEN dan BE VEGAN. Karena kalau semakin banyak orang yang menkonsumsi daging, maka produksi methane juga semakin besar.
Aku tidak ingin menghakimi kepercayaan apapun disini. Aku juga tidak ingin menyinggung perasaan siapapun atas tulisanku ini. Tapi sampai saat itu, aku bukanlah seorang vegan apalagi vegetarian. Dari segi kesehatan, dokter tidak melarangku untuk berpantang makanan apapun. Makan daging dan sejenisnya masih tetap bisa, hanya saja porsinya dikurangi untuk mencegah naiknya kolesterol dan mencegah obesitas. Aku tidak menghakimi pilihan orang lain, tapi aku juga tidak mau dihakimi karena tidak memilih untuk menjadi vegan/vegetarian.

Dalam pemahaman kesehatan dan kepercayaan yang kuanut, semua yang diciptakan Tuhan di muka bumi ini adalah baik dan untuk dipergunakan semaksimalnya untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Baik hewan-hewan dan tanaman-tanaman. Karena itu jugalah kita mengenal rantai makanan. Rantai makanan ini harus dijaga dengan baik, agar keseimbangan alam juga akan terjaga.

Seandainya, seluruh orang di dunia ini mau menjadi vegan/vegetarian? Apa yang akan terjadi pada rantai makanan yang telah menjaga keseimbangan populasi mahluk hidup di bumi selama ini? Kalau semua orang di dunia ini menjadi vegan/vegetarian, bukankah itu juga akan kembali menambah berat kerja bumi? Karena manusia akan membutuhkan tumbuh-tumbuhan yang notabene dihasilkan oleh bumi dalam jumlah yang jauh lebih besar dari yang sekarang. Karena hanya itulah sumber makanan manusia. Sementara bumi sendiri juga sudah ’capek’ memenuhi kebutuhan lain manusia akan tanaman selain yang untuk dimakan.

Tidak semua tanaman bisa dikembangkan secara hidroponik. Selain itu, juga relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan ditanam langsung di tanah. Jadi, pasti lebih sulit untuk diproduksi secara massal. Berarti, dalam hal ini, kita kembali akan menyiksa bumi. Menurutku, terlalu ekstrim untuk meminta agar semua orang di dunia ini harus mau menjadi vegan/vegetarian demi menyelamatkan bumi. Apalagi kalau hanya methane yang menjadi latar belakangnya. Perlu latar belakang lain yang lebih kuat untuk itu.

Temanku yang baik itu juga memberi solusi di akhir tanggapannya:
”Banyak-banyak makan sayur...kurangi makan daging.”
Kalau yang ini, aku sangat setuju! Produk hewani bisa dikurangi porsinya tanpa harus mengharamkan sama sekali. Dan ini juga sangat mendukung program kesehatan dan mengurangi jumlah orang yang menderita obesitas. Tapi tidak berarti harus dihindari sama sekali. Sebaliknya, bagi mereka yang memilih untuk menjadi vegan/vegetarian karena alasan kepercayaan, tidak ada seorangpun juga yang boleh menghakimi dan memberi penilaian.

Tapi komunitas vegan/vegetarian juga sebaiknya tidak menghakimi/menilai mereka-mereka yang belum atau bahkan memilih untuk tidak menjadi vegan/vegetarian. Bumi ini ada karena keaneka-ragaman. Ada yang vegetarian ada juga yang tidak. Kaum vegan/vegetarian menjauhi produk hewani dengan alasan tersendiri. Dan mereka yang mengkonsumsi produk hewani, juga karena ada alasannya tersendiri. Masing-masing bisa menetapkan pilihan sendiri tanpa harus saling meghakimi.

Kembalilah menghijaukan bumi. Kurangi CFC. Kurangi CO2. Kurangi Methane. Itu aku sangat mendukung sepenuhnya anjuran itu. Karena pada dasarnya, ketiga hal itu muncul sebagai efek samping dari semua usaha yang dilakukan manusia, untuk memenuhi kebutuhannya mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencapai hidup yang lebih baik. Maka sudah sebaiknyalah ilmu pengetahuan, sehebat apapun itu, menjadi ilmu pengetahuan yang bersahabat dengan alam. Dan kemajuan hidup yang dialami manusia haruslah berkembang sejalan juga dengan alam.

Tapi makanan adalah elemen dasar alam untuk manusia yang tidak seharusnya dijadikan kambing hitam dalam usaha penyelamatan bumi. Kalau aku, lebih cocok pada slogan yang diberikan oleh Earth Hour:
WHATEVER YOU DO, COUNT
Sekecil apapun hal yang kau lakukan untuk mengurangi pemanasan global, itu sangat berharga.


Let’s go green….

Friday, June 26, 2009

Kamar Mandi Jorok? Malu ah..

Kamar mandi yang bersih menunjukkan orang yang tinggal di rumah itu juga bersih. Bayangkan kalau ada tamu yang datang ke rumah kita, kemudian melihat lantai kamar mandi licin (karena agak berlumut), dinding bak berkerak (karena tidak disikat) dan ada aroma-aroma khas kamar mandi yang sudah tentu tidak menyenangkan untuk dihirup. Apalagi kalau secara tidak sengaja bertemu dengan kecoa-kecoa yang mencoba beramah tamah
Untuk itulah kebersihannya selalu harus dijaga.

Menurut artikel yang kubaca ini, kamar mandi sebaiknya dibersihkan secara rutin setiap hari. Tapi, kok rasanya berlebihan sekali ya. Toh kamar mandi kita tidak dipakai orang banyak, yang bebas keluar masuk kayak di mal, kok. Sepertinya, sekali seminggu saja sudah cukup kok. Asalkan acara bersih-bersihnya dilakukan dengan tepat dan tidak asal-asalan. Kamar mandi pasti bisa terlihat bersih. Kan enak kalau bisa membayangkan kamar mandi mewah seperti di hotel. Kayak yang satu ini.
Kalau tidak bisa mewah, yah paling tidak kita bisa meniru kebersihannya

Ada beberapa tips yang diberikan artikel itu. Tapi menurutku, yang tiga ini yang paling penting.
Pertama, membersihkan lantai dan dinding.
Mulanya, aku menganggap kalau menyikat lantai dan dinding itu memerlukan cairan khusus, seperti Porstek. Biar lantai dan dindingnya lebih kinclong dan menghilangkan bau. Ternyata, cairan pembersih dengan kadar kimia tinggi seperti itu tidak bagus kalau terlalu sering dipergunakan. Selain berbahaya untuk kesehatan juga tentunya. Tapi juga karena bisa merusak permukaan lantai atau dinding yang menggunakan keramik. Bahkan juga bisa merusak semen nat penghubung antar lempengan keramik. Sehingga kalau hal ini terjadi pada bak mandi, bisa mengakibatkan kebocoran. Karena hubungan antar keramik sudah tidak rapat lagi. Kalau ini memang pengalaman pribadi. Kalau memang ada kotoran atau kerak membandel, gunakanlah cairan kimia seperti ini hanya pada bagian yang kotor saja. Selanjutnya, disikat sampai bersih.

Kalaupun mau menggunakan cairan pembersih, gunakanlah sekali-sekali saja. Itupun tidak perlu dengan cairan kimia yang pekat seperti Porstek tadi. Sebagai penggantinya, bisa menggunakan pemutih (klorin) seperti Bayclin yang dicampur dengan air. Perbandingannya 2:1. Cairan pembersih sederhana ini bisa membersihkan lantai kamar mandi, membuatnya semakin kinclong dan bebas kerak. Tapi ingat, hanya sekali-sekali saja.
Karena cara membersihkan yang baik sebenarnya cukup dengan disikat saja. Itupun jangan menggunakan sikat yang bulunya terlalu keras atau kasar. Padahal, aku berpikir, kalau untuk membersihkan kamar mandi, semakin kasar sikatnya akan semakin baik. Ternyata, tidak juga. Yang perlu diperhatikan adalah cara menyikatnya saja kok.

Yang kedua, membersihkan peralatan saniter.
Yang dimaksud dengan peralatan saniter disini adalah seperti



  • washtafel














  • bath tub










  • dudukan WC, tempat sabun, tonjolan kecil tempat meletakkan peralatan mandi, atau pernak-pernik semacam itulah. Yang biasanya terbuat dari marmer ataupun batu.

    Untuk membersihkan noda ringan, bisa dengan menggunakan irisan lemon yang dioleskan hanya pada bagian yang kotor saja. Sementara untuk noda yang lebih berat, disarankan untuk menggunakan campuran borax (HCl) dan air lemon. Campuran ini dipergunakan sebagai cairan untuk menyikat. Setelah itu bersihkan lagi dengan detergen, agar sisa-sisa cairan kimianya juga ikut hilang.

    Yang ketiga, membersihkan peralatan fitting.
    Fitting dalam kamar mandi adalah segala peralatan dan aksesori yang terbuat dari bahan kuningan tahan karat yang kadang-kadang juga dilapisi nikel atau krom yang lebih mengkilat. Seperti,


  • kran air














  • atau


  • gantungan handuk









  • Untuk ini, sangat dianjurkan untuk tidak menggunakan larutan pembersih logam yang larutan kimianya terlalu kuat. Memang cepat bersih dan langsung kelihatan mengkilap, tapi cairan kimia seperti itu bisa mengikis lapisan dari peralatan tersebut. Sehingga lama kelamaan, kinclongnya bisa memudar. Cukup dengan dilap saja hingga kering.


    Untuk tambahan, bisa dipergunakan pewangi kamar mandi (biasanya yang enak itu kalau beraroma lemon). Jadi, aroma khas kamar mandi bisa dikurangi. Dan kita tidak perlu malu kalau ada tamu yang mau memakai kamar mandi. Kan sudah kinclong dan wangi. Meskipun sederhana dan tidak senyaman kamar hotel di atas.

    Thursday, June 25, 2009

    The Phantom of The Opera

    Aku tahu kalau The Phantom of The Opera sudah dirilis beberapa kali. Tapi yang mau kutuliskan kali ini adalah resensi dari versi yang jadul yaitu tahun 1989. Waktu efek visual masih belum secanggih sekarang ini. Tapi filmnya menarik. Tentu saja menarik menurutku, kalau tidak, buat apa aku repot-repot menuliskan resensinya di blogku kan?
    Bagian awal film ini menggambarkan tentang usaha dua orang gadis muda dalam mengejar impian mereka untuk bisa menjadi pemain opera di kota New York. Pemeran utama adalah Christine Day (diperankan oleh Jill Schoelen). Ia berencana untuk mengikuti sebuah casting yang akan dilakukan di sebuah gedung opera. Dia sangat ingin mendapat sebuah peran, walaupun hanya peran kecil dalam sebuah Opera berjudul: The Swan itu.

    Maka dengan dibantu temannya Meg (diperankan oleh Molly Shannon), Christine pun mulai mencari-cari materi yang sempurna untuk dinyanyikannya di casting nanti. Mereka mencari naskah-naskah partitur kuno di sebuah perpustakaan. Partitur-partitur kuno itu biasanya jarang dinyanyikan. Christine berharap dia bisa menemukan partitur yang bagus yang akan menarik perhatian para juri di acara casting tersebut. Dan mereka berhasil.

    Mereka menemukan sebuah naskah partitur kuno berjudul Don Juan Triumphant yang digubah oleh Eric Destler (diperankan oleh Robert Englund). Christine sangat gembira dan langsung mencoba menyanyikan partitur itu. Tapi tiba-tiba saja, gambar-gambar not balok itu mengeluarkan darah dan membanjiri telapak tangannya. Ia menjerit sampai temannya datang menghampiri dan menanyakan keadaanya. Tapi saat itu, tangannya sudah bersih dan noda darah itu tidak kelihatan lagi.

    Akhirnya dia tiba di tempat casting. Ketika gilirannya tiba, dia pun tampil dan menyanyikan lagu Don Juan Triumphant itu dengan penuh penghayatan. Juri sangat terpesona mendengarnya. Namun tiba-tiba sebuah lampu panggung jatuh dan menabraknya tepat di bagian kepala. Christine pun terjengkang dan pingsan.

    Ketika tersadar, ia tiba-tiba sudah berada di tempat lain. Tepatnya pada sebuah latihan opera di Inggris, di Gedung Opera London yang terkenal itu. Dia mendapat sebuah peran kecil dalam Opera berjudul: Don Juan Triumphant. Dan kebetulan memang dalam latihan itu dia jatuh pingsan karena ada sebuah karung yang jatuh dari langit-langit panggung dan menimpanya. Tapi dia tidak apa-apa.

    Joseph Buquet (diperankan oleh Terence Beesly, kru yang bertugas mengangkat layar mengatakan bahwa ia melihat ada hantu yang menjatuhkan karung itu ke panggung. Tapi dia harus membayar mahal perkataannya itu. Karena meskipun teman-temannya yang lain tidak percaya, hantu itu memang ada. Hantu inilah yang kemudian membunuh Joseph dan mengulitinya.


    Kemudian hantu itu mendatangi kamar Christine. Christine menyadari keberadaan hantu itu. Tapi ia mengira kalau itu adalah malaikat yang dikirim ayahnya kepadanya, untuk membantunya berlatih. Karena di masa hidupnya, ayahnya lah yang mengajarinya bernyanyi. Dan hantu itu memang mengajarinya bernyanyi, tapi bukan nyanyian yang menjadi perannya dalam opera itu. Tapi dia mengajari Christine menyanyikan lagu pemeran utama, Marquerite, yang sebenarnya diperankan oleh La Carlotta (Stephanie Lawrence). Hantu itu berjanji akan membantuk Christine untuk mendapatkan peran utama menggantikan Carlotta.

    La Carlotta sendiri sudah menjadi diva terkenal di dunia opera. Sayangnya, dia sangat sombong dan jahat. Dia mengetahui kemampuan menyanyi Christine yang bagus. Ia menganggapnya sebagai rival dan ingin menyingkirkannya. Karena itu, ia memaksa pemilik Gedung Opera London itu untuk menyingkirkan Christine, atau dia tidak mau bernyanyi di pementasan.

    Dan Carlotta mendapat ganjaran karena keiri-hatiannya itu. Si hantu menggantungkan mayat Joseph yang telah dibunuh dan dikulitinya, di dalam lemari baju Carlotta. Perempuan itu sangat terkejut dan ketakutan ketika melihatnya. Ia menjerit-jerit sampai suaranya habis dan ia tidak bisa lagi bernyanyi untuk pementasan. Maka dipilihlah Christine untuk menggantikannya. Dan penonton sangat menyukainya, meskipun dia belum seahli Carlotta yang sudah lama menjadi penyanyi opera.

    Cerita opera itu ternyata menggambarkan si hantu dalam masa hidupnya. Dia adalah seorang penggubah lagu yang berbakat dan menginginkan agar karyanya juga diingat dan dikenal oleh dunia, seperti karya-karya Mozart dan Beethoven. Untuk itu ia rela menjual jiwanya kepada setan, yang menjanjikan bahwa ia bisa membuat si hantu terkenal. Tapi karena pada dasarnya setan memang tidak bisa dipercaya, si setan juga merusak wajah si hantu hingga menjadi buruk rupa, sambil berkata:
    Dunia memang akan menyukai dan mengingat lagumu. Tapi hanya itu saja yang akan mereka sukai darimu.
    Demikianlah, seumur hidupnya si setan tidak bisa bergaul dan bersosialisasi sebagaimana layaknya manusia.

    Christine yang berhasil memukau penonton malam itu langsung menjadi terkenal dan buah bibir di kalangan penikmat opera. Seluruh koran memuat berita keberhasilannya itu. Dan Christine sangat gembira. Tapi keriaan itu menjadi surut. Ketika ia membaca ulasan dari seorang kritikus opera yang sangat terkenal. Kritikus itu malah berpendapat kalau penampilan Christine malam itu sangatlah buruk dan tidak layak dibandingkan dengan Carlotta yang sudah menjadi diva.

    Si hantu yang mengetahui hal ini langsung bertindak dan membunuh si kritikus karena telah menyakiti hati gadis pujaannya. Lalu kemudian mendatangi Christine dan menghibur hatinya. Dia menjanjikan pada gadis itu, bahwa ia bisa membuatnya sangat terkenal dan disukai banyak orang. Dan tidak akan ada yang berani mengkritiknya. Dalam kesedihannya Christine setuju. Dan mengikuti si hantu pulang ke tempat tinggalnya.

    Ternyata dia tinggal di saluran got tepat di bawah Gedung Opera London. Saat itulah Christine menyadari, kalau si hantu ternyata adalah Eric Destler. Dan disitu pula hantu Eric memaksa Christine menerima lamarannya dan menyelipkan cicin di jari manisnya. Christine tidak bisa menolak dan tidak bisa melepaskan cincin itu dari jarinya.

    Kemudian serombongan orang yang dipimpin oleh seorang polisi mencari keberadaan Christine. Seorang gelandangan yang juga tinggal di got di bawah Gedung Opera London membantu menunjukkan jalan kepada mereka. Karena ia pernah melihat hantu Eric membawa Christine masuk ke got itu. Eric yang mengetahui kejadian ini kemudian membunuh semua orang terlibat dalam pencarian itu. Namun, Richard (yang diperankan oleh Alex Hyde-White), kekasih Christine dan Inspektur Hawkins (diperankan oleh Terence Harvey), si kepala polisi itu, masih hidup dan berhasil menemukan tempat tinggal Eric.

    Dengan marah, Eric juga membunuh mereka berdua di depan mata Christine. Gadis itu sangat marah, lalu menyambar lilin yang menyala dan melemparkannya ke tumpukan kertas karya terbaru Eric Destler yang masih belum selesai. Eric menjerit, karena karya-karya itu adalah jiwanya. Tanpa karyanya ia akan mati. Tapi karena api begitu cepat menyambar, kumpulan kertas itu pun terbakar dengan cepat dan hantu Eric pun musnah. Pada saat itu, Christine pun pingsan.

    Ketika tersadar, Christine telah kembali ke casting opera yang dilakukan di New York. Semua orang tengah mengerubunginya ketika ia pingsan terhantam lampu panggung. Saat itulah dia kemudian bertemu dengan Foster, pemilik gedung opera itu, yang wajahnya sangat mirip dengan Eric Destler. Dan Foster memang arwah Eric yang hidup kembali, karena Christine menyanyikan partitur lagu ciptaannya, Don Juan Triumphant. Partitur yang berubah menjadi darah itulah yang membuktikan kebangkitan awal dari Eric. Dan kini ia masih tetap mengincar Christine.

    Tapi kali ini, Christine tidak mau lagi terbujuk dengan janji Eric akan ketenaran dan keberhasilan di dunia opera. Dia sudah mengalami hal itu di dalam mimpinya, dan ia tidak ingin itu terulang lagi. Maka kali ini, Christine menikam jantung Eric tanpa belas kasihan. Lalu melarikan karya-karyanya yang masih belum selesai, merobeknya dan membuangnya ke selokan. Termasuk juga partitur asli dari Don Juan Triumphant. Karena setiap kali ada yang menyanyikan partitur lagu itu, maka Eric Destler akan kembali hidup. Karena setan sudah menjadikan karyanya itu sebagai jiwanya.

    PS: Untuk kawan-kawan yang menyukai artikel-ku tentang film, selanjutnya aku akan memindahkah tulisan tentang film ke blog khusus: Cerita Film. Tapi artikel yang masih ada disini masih tetap akan disimpan, hanya saja tidak akan bertambah lagi. Karena untuk selanjutnya, artikel tentang film akan kutuliskan di blog film itu saja. Terimakasih

    Wednesday, June 24, 2009

    Pengendara moge yang baik budi

    “Di depan anak dan istri, saya dipukul dan diludahi.” kata Darmawan Edwin Sudibyo.

    Apa yang terpikir sewaktu melihat rombongan pengendara Harley Davidson lewat? Tergantung lewat dimana dulu. Kalau lewat di jalan tol, ya mungkin biasa saja. Tapi kalau kebetulan lewat di jalan depan rumah, bagaimana? Atau paling tidak di jalan umum yang banyak dilalui pejalan kaki? Biasanya, secara otomatis orang-orang yang kebetulan berada di pinggir jalan akan menghentikan aktifitasnya. Kemudian menoleh ke arah darimana suara gahar itu muncul. Dan tak jarang orang malah jadi berkerumun untuk menonton. Apalagi kalau konvoinya agak panjang karena banyak pengendara yang ikut ambil bagian dalam konvoi itu.

    Kira-kira kenapa orang-orang rela berkerumun, atau paling tidak memandang selama setengah menit ke konvoi motor gede seperti itu ya?

    Kemungkinan pertama yang terlintas di pikiranku adalah karena suaranya yang khas itu. Keras tapi tidak sember dan mampu membuat lantai bergetar. Dari suaranya saja biasanya orang sudah mengetahui kalau itu adalah motor gede. Yang kedua, mungkin karena motor ini adalah produk mewah. Tidak banyak semua orang bisa memilikinya. Harga satu moge saja bisa membeli dua atau tiga mobil bekas sekaligus. Ya pasti orang-orang ingin melihat langsung si motor mewah ini dari dekat.

    Dan kalau sudah begini, sedikit banyak pasti hidung si pengendara moge ini akan kembang-kempis karena bangga. Mungkin tidak kelihatan kalau dia memakai helm. Tapi rasa bangga karena bisa memiliki motor mewah pasti tetap terbersit, walaupun intensitasnya pada masing-masing orang itu berbeda. Memangnya apa lagi tujuan orang ingin memiliki motor yang harganya dua kali lipat mobil itu, kalau bukan karena hobbi dan kebanggaan pribadi? Omong kosong kalau ada orang yang bilang dia beli motor Harley Davidson untuk kendaraan sehari-hati ke kantor atau untuk dipakai liburan bersama keluarga. Pasti untuk dipakai sendiri saja kan?

    Barangkali, rasa bangga yang cenderung narsis ini juga lah yang membuat orang-orang seperti Darmawan Edwin Sudibyo jadi kehilangan harga diri. Ia seorang pengemudi mobil berusia 51 tahun (sudah setengah baya) yang kebetulan sedang membawa istrinya yang sedang hamil 5 bulan bersama tiga orang anak dan ayah mertuanya di dalam mobilnya. Tapi malangnya, mereka terjebak kemacetan di kawasan Puncak.

    Di depan istri, anak dan ayah mertuanya, ia lalu dipukul dan diludahi oleh salah seorang anggota konvoi mobil gede yang juga melintas di jalan yang sama. Alasannya cukup aneh, karena Darmawan dianggap menghalangi laju konvoi moge yang bergerak menuju Jakarta itu. Lho? Memangnya para pengendara moge itu siapa? Kok bisa-bisanya memukul orang lain dengan seenak hatinya, hanya karena dianggap menghalangi jalannya? Ambulance saja yang punya akses penuh di jalan raya tidak pernah menyalahgunakan kemudahan yang dimilikinya sampai memukul pengguna jalan yang lain kok.


    Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira pun sampai merasa perlu mengimbau agar para pengendara motor gede itu tidak seenaknya menutup jalan atau mengganggu pengguna jalan lain.
    ”Dibutuhkan kesadaran bahwa jalan itu bukan milik mereka.” kata Abubakar di Mabes Polri Jakarta.

    Nah loh, polisi saja tidak pernah memberikan dispensasi atau kemudahan khusus bagi para pengendara moge dalam berlalu lintas. Posisi mereka sama dengan pengguna jalan yang lain. Sama-sama harus saling menghormati.

    Memang bisa dipastikan, kalau tidak semua pengendara moge bersikap angkuh dan kasar seperti pelaku pemukulan itu. Tapi jangan karena perbuatan segelintir orang, image sebagai pengendara moge berubah menjadi bukan lagi jadi hal membanggakan. Jangan sampai nantinya kalau konvoi mereka lewat lagi, masyarakat bukan berkerumun untuk memandang dengan kagum. Tapi berkerumun untuk melempar batu dan memasang perangkap untuk mencelakakan mereka. Iya kan?

    Memiliki motor gede, memang sebuah kebanggaan. Karena pemiliknya pasti dinilai dari kemampuan finansialnya untuk itu. Tapi, jangan karena kebanggaan lantas dengan seenaknya menghakimi pengguna jalan yang lain. Jalan raya itu milik bersama. Jadi, sesama pemilik jalan harus saling menghormati.
    Jadilah pengendara moge yang baik budi.

    Tuesday, June 23, 2009

    Etika di Dunia Maya


    Apa yang membuatku betah duduk berlama-lama dengan si laptop kesayanganku ini? Ada dua hal. Pertama, kalau sedang tidak terhubung dengan internet.
    Rasanya si keyboard memanggil-manggilku untuk menuliskan apapun yang terlintas dalam pikiranku. Seperti proyek yang saat ini sedang kukerjakan, untuk membuat versi online dari koleksi-koleksi novelku. Baru masuk ke buku kedua memang, tapi aku masih bisa tetap fokus untuk proyek ini.

    Kedua, saat sudah terhubung dengan internet.
    Aku bisa lupa kalau aku sedang berada di rumah. Di samping anakku yang sedang tidur siang. Rasanya seperti masuk ke dunia lain yang benar-benar tanpa batasan.
    Walaupun aku berada di rumah, aku bisa bertemu dengan teman-temanku sewaktu masih bekerja dulu, meskipun hanya lewat Facebook saja. Biarpun Bang Hurek memperingatkan, kalau Facebook bisa membuat orang ketagihan. Tapi menurutku, Facebook adalah salah satu hal positif yang bisa dimiliki perempuan rumahan seperti aku ini. Situs pertemanan itu menjadi jendelaku untuk bertegur sapa dengan teman-temanku, yang tak bisa kutemui langsung. Aku bahkan bertemu dengan teman-teman sekolah waktu SD dulu. Bayangkan! Yang sudah tidak bertemu muka sekitar 20 tahun! Semuanya menyebar di seluruh Indonesia, bahkan ada yang sampai keluar negeri. Yang sudah pasti tak akan bisa kutemui dan kusapa kalau bukan melalui Facebook.

    Lalu ada Blogspot. Kalau yang ini, memang masih terhitung baru kudalami. Niat awalku mula-mula untuk punya blog pribadi adalah untuk proyek novel online ku tadi. Tapi, sejalan dengan kebutuhanku akan tempat untuk menyalurkan komentar-komentarku, akhirnya blog ini kubuat sebagai jurnal pribadi yang bisa dibaca oleh siapapun. Dan ternyata, aku menyukainya. Apalagi kalau ada yang memberi komentar lagi atas komentarku itu. Biarpun tidak selamanya mendukung. Ada juga yang tidak sependapat.

    Aku suka menulis di blog karena yang kudapat lebih dari sekedar menuangkan isi pikiran dan sebagai sarana untuk melatih kemampuan menulisku. Tapi karena aku juga bertemu dengan teman-teman baru. Teman-teman dari dunia maya. Bukan mantan teman sekolah, bukan mantan teman satu kerjaan, bukan mantan teman sekampung, ataupun yang pernah bertemu denganku sebelumnya. Tapi memang benar-benar teman baru yang belum pernah bertegur sapa secara nyata. Dan aku menganggap hal ini sangat hebat. Bagaimana dunia maya bisa menyatukan orang-orang yang terpisah secara geografis sampai bisa bertemu dan bertukar pikiran melalui komentar-komentar di jurnal digital. Hebat!

    Tapi, apakah semua orang bisa berteman di dunia maya? Ternyata tidak. Aku pernah membaca berbagai milis ataupun blog yang isinya semua tentang kata-kata kasar dan makian kebun binatang. Orang-orang yang belum pernah bertemu muka, saling memaki dan mengejek dengan kasar sekali di dunia maya. Bagaimana mereka bisa menggunakan kata-kata seperti itu di internet ya? Tempat dimana seluruh orang di dunia bisa melihat dan mengetahui apa yang mereka maki-maki satu sama lain.

    Apakah karena internet ini relatif lebih bebas daripada dikeluarkan langsung lewat kata-kata? Atau karena mereka begitu pengecutnya sehingga tidak berani mengungkapkan langsung di depan orangnya? Masalah beda pendapat itu hal yang biasa. Manusia mana yang tidak pernah berbeda pendapat dengan orang lain? Tapi apakah perbedaan itu harus diwujudkan dengan saling memaki di dunia maya?

    Semua orang bebas mengeluarkan pendapat. Semua orang bebas untuk menyetujui pendapat siapapun. Dan semua orang juga bebas untuk tidak sependapat dengan siapapun. Hadapilah itu! Kalau memang kamu tidak setuju dengan pendapat seseorang, sampaikan pendapatmu dengan baik. Bertukar-pikiran dengan dewasa dan berpendidikan tentu lebih baik daripada saling memaki dan mengajak serta penghuni kebun binatang yang tidak tahu apa-apa itu. Kalau kamu sangat-sangat tidak setuju, yah tinggalkan saja. Atau sampaikan pendapatmu di jurnal yang tidak kamu setujui itu dengan sopan. Itu lebih beretika. Berdebatlah dengan etika dan sopan santun. Jangan mengejek, memaki atau menganggap pendapat orang lebih buruk dari pendapatmu. Karena pendapat yang berbeda bukan karena dia lebih bodoh darimu, tapi karena dia memiliki sudut pandang yang berbeda dari sudut tempatmu menilai.

    Kalau di dunia nyata, orang dinilai dari penampilan dan sikapnya. Menurutku, di dunia maya orang dinilai dari cara penyampaian pendapat dan bahasa tulisannya. Karena tidak satupun yang bisa melihat wujud aslimu ketika menyampaikan pendapat itu. Tidak juga foto di profilmu yang tersenyum lebar. Apalagi kalau yang menyampaikan pendapat buruk itu sengaja bersembunyi dibalik identitas Anonymous (biasanya ini jadi senjata pamungkas) agar bisa memaki-maki orang lain. Pengecut sekali.


    Kalau bahasa yang dipergunakan baik dan tidak menyinggung orang lain, pasti teman dunia maya yang menjadi imbalannya. Separah apapun perbedaan pendapat yang terjadi diantara keduanya. Tapi kalau bahasa yang dipergunakan malah membuat hati orang lain tersinggung, musuh berantai yang menjadi gambarannya. Karena orang-orang yang melihat tulisan makian seperti itu juga pasti akan menilai penulisnya sebagai kepribadian yang tidak menyenangkan.
    Salam.

    Monday, June 22, 2009

    Love In The Time of Cholera

    Cerita film itu cukup menggugah. Dan ternyata, kisah ini diangkat dari novel pemenang Nobel Price karya Gabriel Garcia Marquez. Memang tidak sedramatis cerita cinta antara Leonardo dan Kate Winslet di film Titanic. Pada awalnya aku mengira kalau film ini akan menceritakan tentang penyebaran wabah kolera di Amerika Selatan. Ternyata, unsur kolera ini hanya sebagai pelengkap saja.

    Yang menjadi kisah utama adalah penantian seumur hidup yang dilakukan seorang pria terhadap wanita yang sangat dicintainya sejak pandangan pertama. Klise? Ya, memang klise. Tapi jalan ceritanya sangat bagus. Dan pertambahan usia yang dialami setiap pemeran dalam film ini benar-benar terasa nyata. Ini membuat film ini tidak sia-sia untuk ditonton. Tapi karena jalan cerita yang klise itu pulalah aku tidak menuliskan jalan ceritanya secara mendetil, seperti pada The Other Boleyn Girl ataupun Coming Soon. Bisa mumet membacanya. Jadi cukup sinopsisnya saja.

    Tokoh utama pria adalah Florentino Ariza (diperankan oleh Javier Bardem) seorang pemuda miskin yang bekerja sebagai operator di kantor telegraf. Keahlian utamanya adalah menulis puisi. Florentino seorang pria muda lugu yang belum pernah jatuh cinta pada wanita manapun seumur hidupnya.

    Suatu hari, Florentino datang ke rumah Lorenzo Daza (diperankan oleh John Leguizamo), seorang pedagang keledai yang kaya raya, untuk mengantarkan sebuah pesan telegram. Disanalah ia bertemu untuk pertama kalinya dengan Fermina Daza (diperankan oleh Giovanna Mezzogiorno) muda yang sangat cantik. Florentino memandangnya tanpa berkedip.

    Hubungan cinta mereka kemudian berlanjut secara sembunyi-sembunyi. Pengasuh Fermina yang bertugas mengantarkan semua surat-surat cinta mereka. Karena Florentino dan Fermina tidak bisa bertemu secara terang-terangan. Namun, hubungan cinta ini akhirnya terbongkar juga. Lorenzo Daza sangat marah mengetahui putri tunggalnya berhubungan dengan seorang pemuda miskin. Ia berharap Fermina akan bertemu dengan pria kaya raya yang lebih sepadan dengannya. Karena itu ia mengirim Fermina ke desa agar tidak berhubungan lagi dengan Florentino.

    ia sangat terpukul dengan kejadian itu. Tapi karena cintanya yang sangat besar, ia bersumpah akan menunggu Fermina kembali, sampai kapanpun. Dia tidak akan pernah menikah dengan wanita manapun. Ia bahkan bertekad untuk tetap menjaga keperjakaannya agar nantinya dipersembahkan kepada Fermina seorang. Ia tidak perduli kawan-kawannya memandang aneh niatnya itu. Padahal, pada masa itu bisnis rumah bordil sangat berkembang.

    Penantian Florentino akhirnya usai. Fermina pulang kembali ke kota asalnya. Ia telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang lebih cantik lagi. Tapi ternyata, Fermina telah berubah. Cintanya pada Florentino sudah tidak ada lagi. Dia meminta agar Florentino melupakannya.


    Pada saat itulah Fermina bertemu dengan Juvenal Urbino (diperankan oleh Benjamin Bratt) seorang dokter yang belajar di Paris. Ayahnya kemudian mengatur agar Fermina menikah dengan dokter kaya ini.

    Florentino semakin terpuruk. Kerjanya hanya menangis dan mengurung diri setiap hari. Ibunya kemudian meminta tolong pada paman Florentino, agar pria yang sedang patah hati itu bisa mendapat pekerjaan di tempat yang jauh, agar ia bisa melupakan Fermina. Maka Florentino kemudian dikirim untuk bekerja ke Villa de Levya, yang berjarak tiga minggu perjalanan dari kota asalnya.

    Tapi di tengah jalan, Florentino memutuskan untuk kembali ke kotanya lagi. Ia kembali memutuskan untuk tetap menunggu hingga Fermina mau menjadi kekasihnya lagi. Namun, ketika ia kembali, ia mendapati Fermina sudah menikah dengan Juvenal. Dan ia telah berangkat bersama suaminya menuju ke Paris untuk berbulan madu.
    Karena keputus-asaanya, Florentino menjadi lupa diri. Ia kemudian mulai tidur dengan banyak wanita, untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Dan dia juga membuat sebuah jurnal yang berisi tentang semua wanita yang pernah tidur dengannya. Namun semua hubungan itu adalah hubungan-hubungan semalam yang berlangsung tanpa rasa cinta. Karena hatinya telah tertuju hanya kepada Fermina.

    Dia menunggu selama 51 tahun. Ketika jumlah wanita yang tidur dengannya mencapai angka 622 orang. Akhirnya nasibnya berubah, sejalan dengan kematian Juvenal, karena usia tua. Florentino kembali menemui Fermina yang sudah menjanda. Untuk kesekian kalinya ia mengungkapkan kembali perasaannya pada wanita yang kini sudah tua itu. Fermina menganggapnya kurang ajar dan mengusirnya dari rumahnya. Tapi Florentino tidak menyerah. Dengan rajin ia tetap mengirimi Fermina surat-surat cinta seperti waktu mereka remaja dulu.

    Tiga tahun kemudian baru hati Fermina luluh dan ia bersedia bertemu lagi dengannya. Perlahan-lahan ia mulai mengingat kembali perasaan yang dulu juga dimilikinya terhadap Florentino. Perasaan yang 53 tahun lalu telah ditentang keras oleh ayahnya. Akhirnya mereka kembali menjalin hubungan. Bukan hubungan cinta penuh gairah seperti waktu mereka muda dulu. Tapi lebih kepada hubungan yang menenangkan, diantara dua manula yang bahkan sudah berjalan dengan bantuan tongkat.

    Ada satu adegan yang menurutku lucu sekaligus menyentuh. Yaitu ketika Florentino tua dan Fermina tua akan bercinta. Dengan malu-malu dan tidak percaya diri, Fermina menyuruh Florentino agar membuang muka dan tidak memandang tubuh telanjangnya yang sudah keriput itu.
    ”Kau tidak akan suka apa yang kau lihat.” katanya.
    Tapi Florentino malah berdiri dan langsung membantunya membuka pakaian.
    ”Aku tidak perduli bagaimanapun bentuk tubuhmu saat ini.” katanya.
    Menyentuh sekali. Cinta yang dipisahkan secara paksa di masa muda, akhirnya terpaut kembali di usia senja.

    Tokoh-tokoh dalam film ini benar-benar mengalami perubahan wujud yang nyata sesuai dengan perjalanan usia mereka. Inilah yang kumaksud di awal tadi. Kerja make-up artisnya benar-benar luar biasa. Dan akting mereka juga patut diacungi jempol. Masa muda yang penuh gairah dan semangat sampai masa tua yang penuh kebijaksanaan dan bertambah lambatnya reaksi tubuh. Semua itu tergambar dengan sempurna di akting mereka. Benar-benar film yang sangat menarik. Pantas kalau novelnya mendapat hadiah Nobel.

    PS: Untuk kawan-kawan yang menyukai artikel-ku tentang film, selanjutnya aku akan memindahkah tulisan tentang film ke blog khusus: Cerita Film. Tapi artikel yang masih ada disini masih tetap akan disimpan, hanya saja tidak akan bertambah lagi. Karena untuk selanjutnya, artikel tentang film akan kutuliskan di blog film itu saja. Terimakasih

    Friday, June 19, 2009

    Kasus KDRT+Media = Lebih cepat ditanggapi??

    Ternyata, seorang aparat hukum seperti jaksa sekalipun, tidak bisa lepas dari kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Seperti yang dialami oleh Nazwita Indra, yang merupakan seorang ibu yang juga berprofesi sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Dimas Agung, anaknya yang masih bersekolah di SMU

    Dalam wawancara khusus dengan Metro TV, Nazwita menyatakan bahwa penganiayaan yang dialaminya bermula sejak tahun 2006. Ketika ia mengetahui perselingkuhan yang dilakukan suaminya, berinisial PR (seorang jaksa senior) dengan seorang calon PNS berinisial AH. Sejak perselingkuhan itu terungkap, Nazwita mengaku sering dipukuli, ditendang dan diinjak. Apalagi kalau ia berani mempertanyakan kebenaran perselingkuhan itu kepada suaminya.

    Dimas mengaku kalau ia sudah sering melihat ibunya dipukuli, tapi selama ini ia tidak berani ikut campur masalah orangtuanya. Kejadian terakhir membuatnya tidak bisa tinggal diam lagi. Ketika Dimas melihat ayahnya mencekik ibunya. Dia kemudian berusaha melerai. Tapi akibatnya ayahnya menjadi sangat marah padanya. Kerah bajunya ditarik dan mulutnya dipukul dua kali hingga berdarah. Tak hanya itu, PR juga membanting tubuh Dimas ke lantai dan menimpakan sebuah alat olahraga ke tubuhnya. Setelah itu, kembali ia melanjutkan mencekik istrinya

    Tidak mau menyerah, Dimas kembali bangkit dan berusaha mencegah ayahnya mencekik ibunya. Dan kembalilah PR memukul Dimas. Karena tidak tahan melihat anaknya yang sudah berlumuran darah, Nazwita mengajak Dimas pergi untuk berobat ke rumah sakit. Awalnya PR tidak mengizinkan mereka keluar dari rumah, karena menduga mereka akan melapor ke polisi. Tapi karena Nazwita mengatakan tidak jadi ke rumah sakit, hanya ke puskemas saja, dia lalu mengizinkan mereka pergi. Dia tidak berniat ikut untuk mengantar anaknya. Nazwita mengatakan kalau PR malah menyalakan televisi dan menonton TV

    Selama wawancara Nazwita dan Dimas tampak begitu tegar. Dimas malah terlihat memendam emosi dan berapi-api ketika menjelaskan tentang latar belakang dan kelanjutan dari kasusnya. Sementara ibu Nazwita, meskipun sesekali terlihat emosi, dia lebih terlihat seperti memohon. Agar pihak-pihak yang berkompeten dengan kasusnya benar-benar menegakkan hukum dan keadilan.
    ”Saya ini hanya orang kecil. Saya tidak punya relasi seperti yang dimiliki suami saya. Tapi saya mohon, bapak-bapak tetap membantu saya untuk mendapatkan keadilan.” katanya hampir menangis.

    Kasus Nazwita dan Dimas ini adalah kasus KDRT terbaru. Sebenarnya mereka telah berkutat dengan kasus ini sejak tahun 2008. Tapi Nazwita merasakan kalau keadilan tidak berjalan dengan semestinya baginya dan anaknya. Karena laporan mereka tidak mendapat tanggapan sesuai dengan yang mereka inginkan. Sehingga kasusnya akhirnya mengambang, tidak selesai dan juga tidak ditindaklanjuti

    Mungkin, dengan mengadakan talkshow di TV, ia ingin masyarakat Indonesia juga memperhatikan kasusnya ini. Mungkin, dia melihat bagaimana cepatnya hukum menjaring suami Cici Faramida, hanya dalam hitungan hari setelah media meliputnya besar-besaran. Atau besarnya dukungan rakyat terhadap Manohara yang katanya juga mengalami kasus KDRT dengan suaminya, setelah media tanpa henti menayangkan beritanya. Sampai akhirnya dia bisa dipulangkan dengan dramatis ke Indonesia hanya dalam waktu dua bulan.

    Dari kedua kasus ini, memang sedikit banyak terlihat. Bagaimana besarnya pengaruh media dalam menginterupsi sebuah kasus. Seperti halnya dengan kasus Prita. Media bisa bisa membantu tapi media juga bisa menjadi bumerang. Sebaiknya ibu Nazwita dan Dimas tahu kapan harus mulai dan kapan harus berhenti bergaul rapat dengan media.

    Tapi yang pasti, semua pelaku KDRT haruslah mendapat perlakuan hukum yang sama! Apalagi kalau yang menjadi pelaku KDRT itu adalah aparat hukum itu sendiri. Jangan mentang-mentang punya jabatan tinggi, merasa punya relasi, hukum jadi bisa dikebiri. Hukum tidak mengenal relasi dan jabatan. Makanya patung hukum digambarkan membawa timbangan dan matanya ditutup. Agar ia bisa menimbang masalah dengan objektif dan adil.
    Maju terus, ibu Nazwita dan Dimas!!

    Kopi...Kopi...Aku suka kopi...

    Kembali ke cerita kopi tubruk. Sebelumnya aku memang sudah pernah menulis tentang tempat ngopi yang asyik, yaitu Killiney. Yang mau kuceritakan kali ini juga tentang tempat ngopi. Tapi ada bedanya. Karena tempat ngopi yang satu ini adalah kedai kopi tanpa nama. Tapi orang cukup mengenal tempat ini dengan istilah Kopitiam Jalan Hindu. Tempatnya sangat sederhana. Hanya berupa bangunan tua (kayaknya sudah ada sejak zaman Belanda) dengan perabotan sederhana. Hanya berupa meja kayu yang biasa terdapat di kedai kopi warga Tionghoa. Bahkan beberapa kursi kayunya ada yang sudah reyot-reyot termakan usia. Jadi, kalau mau pilih kursi, harus hati-hati.

    Ruangannya kecil tapi sesak karena meja kayu bulat yang berukuran lumayan besar ditata seadanya disana-sini. Tidak ada pengaturan keren ala design interior seperti kedai kopi mahal yang buka di mal-mal. Meja dan kursi diletakkan seadanya saja, yang penting bisa memuat orang dalam jumlah besar. Tidak ada pendingin ruangan dan memang tidak diperlukan. Karena letaknya berada di persimpangan jalan, dan memiliki jendela-jendela besar yang terbuka. Maka angin bisa keluar masuk dengan mudah. Untuk berjaga-jaga, si koko pemilik kedai menyiapkan sebuah kipas angin besar. Tapi sepertinya jarang dipergunakan.

    Jangan harapkan lantai licin mengkilap seperti di Killiney atau Starbucks. Karena lantainya hanya disemen biasa. Dan banyak berpasir karena sering dilalui orang. Bar nya pun hanya berupa meja biasa tanpa hiasan apapun, apalagi sebuah mesin kopi. Sekilas meja bar itu malah terlihat kumuh.Cat dindingnya juga sudah suram, entah sudah berapa puluh tahun tak diperbaharui. Dindingnya dipenuhi dengan gambar ataupun kalender dengan tulisan-tulisan cina. Pemiliknya juga memajang artikel dari koran Kompas yang memuat berita tentang kedai kopi ini. Hebat..Dan di lantai ada sebuah tempat sesajen yang selalu terisi. Hanya itu saja dekorasinya.

    Tapi jangan ragukan soal rasa kopinya. Mantap! Dan yang ini kayaknya memang sudah menjadi resep turun temurun. Karena dulu yang mengelola kedai kopi ini adalah si apek. Tapi karena dia sudah tua, sekarang digantikan sama anak perempuannya. Katanya sih rasanya masih belum berubah. Selain kopi, mereka juga menyediakan roti bakar dengan berbagai varian olesan. Kalau kesukaan kami, selalu yang memakai srikaya dan mentega. Asha juga suka itu.
    Ada juga beberapa pedagang lain yang menumpang tempat di kedai kopi ini. Ada orang India yang berjualan nasi briyani dan martabak. Ada orang Minang yang berjualan nasi soto. Dan ada juga orang Jawa yang berjualan nasi uduk untuk sarapan setiap pagi. Komplit kan? Karena memang, di wilayah ini cukup jarang ada makanan yang halal. Karena mayoritas yang tinggal disini adalah etnis Tionghoa. Jadi makanan yang dijual di sepanjang jalan itu juga rata-rata mengandung daging babi. Jadi kehadiran tiga pedagang ini benar-benar membuat perbedaan.

    Ternyata, kedai kopi ini cukup terkenal sampai ke negara tetangga. Dalam beberapa kali kunjungan kami kesana, ada beberapa pelancong yang sedang ngopi. Biasanya etnis Tionghoa juga. Dari Singapura atau dari Korea. Mereka biasanya datang kesana karena ada rekomendasi dari teman-temannya juga. Selain itu, peminat tempat ini juga berasal dari kalangan orang berduit ataupun pejabat daerah. Rata-rata mereka sudah menjadi langganan lama dan sudah kenal akrab dengan si apek pemilik kedai kopi. Jadi, begitu datang, sudah langsung ber ’hai-hai’ ria.

    Suasana disini memang akrab. Yang minum kopi disana biasanya jadi kenalan. Atau paling tidak bertukar sapa dan bertukar senyum. Pemilik kedai pun selalu menyapa dengan ”Halo..” atau ”Makasih ya..” Mungkin inilah yang membuat tempat ini tidak pernah ditinggalkan langganannya.
    Shelfari: Book reviews on your book blog
    Blog Widget by LinkWithin
     

    ~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff