Monday, June 22, 2009

Love In The Time of Cholera

Cerita film itu cukup menggugah. Dan ternyata, kisah ini diangkat dari novel pemenang Nobel Price karya Gabriel Garcia Marquez. Memang tidak sedramatis cerita cinta antara Leonardo dan Kate Winslet di film Titanic. Pada awalnya aku mengira kalau film ini akan menceritakan tentang penyebaran wabah kolera di Amerika Selatan. Ternyata, unsur kolera ini hanya sebagai pelengkap saja.

Yang menjadi kisah utama adalah penantian seumur hidup yang dilakukan seorang pria terhadap wanita yang sangat dicintainya sejak pandangan pertama. Klise? Ya, memang klise. Tapi jalan ceritanya sangat bagus. Dan pertambahan usia yang dialami setiap pemeran dalam film ini benar-benar terasa nyata. Ini membuat film ini tidak sia-sia untuk ditonton. Tapi karena jalan cerita yang klise itu pulalah aku tidak menuliskan jalan ceritanya secara mendetil, seperti pada The Other Boleyn Girl ataupun Coming Soon. Bisa mumet membacanya. Jadi cukup sinopsisnya saja.

Tokoh utama pria adalah Florentino Ariza (diperankan oleh Javier Bardem) seorang pemuda miskin yang bekerja sebagai operator di kantor telegraf. Keahlian utamanya adalah menulis puisi. Florentino seorang pria muda lugu yang belum pernah jatuh cinta pada wanita manapun seumur hidupnya.

Suatu hari, Florentino datang ke rumah Lorenzo Daza (diperankan oleh John Leguizamo), seorang pedagang keledai yang kaya raya, untuk mengantarkan sebuah pesan telegram. Disanalah ia bertemu untuk pertama kalinya dengan Fermina Daza (diperankan oleh Giovanna Mezzogiorno) muda yang sangat cantik. Florentino memandangnya tanpa berkedip.

Hubungan cinta mereka kemudian berlanjut secara sembunyi-sembunyi. Pengasuh Fermina yang bertugas mengantarkan semua surat-surat cinta mereka. Karena Florentino dan Fermina tidak bisa bertemu secara terang-terangan. Namun, hubungan cinta ini akhirnya terbongkar juga. Lorenzo Daza sangat marah mengetahui putri tunggalnya berhubungan dengan seorang pemuda miskin. Ia berharap Fermina akan bertemu dengan pria kaya raya yang lebih sepadan dengannya. Karena itu ia mengirim Fermina ke desa agar tidak berhubungan lagi dengan Florentino.

ia sangat terpukul dengan kejadian itu. Tapi karena cintanya yang sangat besar, ia bersumpah akan menunggu Fermina kembali, sampai kapanpun. Dia tidak akan pernah menikah dengan wanita manapun. Ia bahkan bertekad untuk tetap menjaga keperjakaannya agar nantinya dipersembahkan kepada Fermina seorang. Ia tidak perduli kawan-kawannya memandang aneh niatnya itu. Padahal, pada masa itu bisnis rumah bordil sangat berkembang.

Penantian Florentino akhirnya usai. Fermina pulang kembali ke kota asalnya. Ia telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang lebih cantik lagi. Tapi ternyata, Fermina telah berubah. Cintanya pada Florentino sudah tidak ada lagi. Dia meminta agar Florentino melupakannya.


Pada saat itulah Fermina bertemu dengan Juvenal Urbino (diperankan oleh Benjamin Bratt) seorang dokter yang belajar di Paris. Ayahnya kemudian mengatur agar Fermina menikah dengan dokter kaya ini.

Florentino semakin terpuruk. Kerjanya hanya menangis dan mengurung diri setiap hari. Ibunya kemudian meminta tolong pada paman Florentino, agar pria yang sedang patah hati itu bisa mendapat pekerjaan di tempat yang jauh, agar ia bisa melupakan Fermina. Maka Florentino kemudian dikirim untuk bekerja ke Villa de Levya, yang berjarak tiga minggu perjalanan dari kota asalnya.

Tapi di tengah jalan, Florentino memutuskan untuk kembali ke kotanya lagi. Ia kembali memutuskan untuk tetap menunggu hingga Fermina mau menjadi kekasihnya lagi. Namun, ketika ia kembali, ia mendapati Fermina sudah menikah dengan Juvenal. Dan ia telah berangkat bersama suaminya menuju ke Paris untuk berbulan madu.
Karena keputus-asaanya, Florentino menjadi lupa diri. Ia kemudian mulai tidur dengan banyak wanita, untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Dan dia juga membuat sebuah jurnal yang berisi tentang semua wanita yang pernah tidur dengannya. Namun semua hubungan itu adalah hubungan-hubungan semalam yang berlangsung tanpa rasa cinta. Karena hatinya telah tertuju hanya kepada Fermina.

Dia menunggu selama 51 tahun. Ketika jumlah wanita yang tidur dengannya mencapai angka 622 orang. Akhirnya nasibnya berubah, sejalan dengan kematian Juvenal, karena usia tua. Florentino kembali menemui Fermina yang sudah menjanda. Untuk kesekian kalinya ia mengungkapkan kembali perasaannya pada wanita yang kini sudah tua itu. Fermina menganggapnya kurang ajar dan mengusirnya dari rumahnya. Tapi Florentino tidak menyerah. Dengan rajin ia tetap mengirimi Fermina surat-surat cinta seperti waktu mereka remaja dulu.

Tiga tahun kemudian baru hati Fermina luluh dan ia bersedia bertemu lagi dengannya. Perlahan-lahan ia mulai mengingat kembali perasaan yang dulu juga dimilikinya terhadap Florentino. Perasaan yang 53 tahun lalu telah ditentang keras oleh ayahnya. Akhirnya mereka kembali menjalin hubungan. Bukan hubungan cinta penuh gairah seperti waktu mereka muda dulu. Tapi lebih kepada hubungan yang menenangkan, diantara dua manula yang bahkan sudah berjalan dengan bantuan tongkat.

Ada satu adegan yang menurutku lucu sekaligus menyentuh. Yaitu ketika Florentino tua dan Fermina tua akan bercinta. Dengan malu-malu dan tidak percaya diri, Fermina menyuruh Florentino agar membuang muka dan tidak memandang tubuh telanjangnya yang sudah keriput itu.
”Kau tidak akan suka apa yang kau lihat.” katanya.
Tapi Florentino malah berdiri dan langsung membantunya membuka pakaian.
”Aku tidak perduli bagaimanapun bentuk tubuhmu saat ini.” katanya.
Menyentuh sekali. Cinta yang dipisahkan secara paksa di masa muda, akhirnya terpaut kembali di usia senja.

Tokoh-tokoh dalam film ini benar-benar mengalami perubahan wujud yang nyata sesuai dengan perjalanan usia mereka. Inilah yang kumaksud di awal tadi. Kerja make-up artisnya benar-benar luar biasa. Dan akting mereka juga patut diacungi jempol. Masa muda yang penuh gairah dan semangat sampai masa tua yang penuh kebijaksanaan dan bertambah lambatnya reaksi tubuh. Semua itu tergambar dengan sempurna di akting mereka. Benar-benar film yang sangat menarik. Pantas kalau novelnya mendapat hadiah Nobel.

PS: Untuk kawan-kawan yang menyukai artikel-ku tentang film, selanjutnya aku akan memindahkah tulisan tentang film ke blog khusus: Cerita Film. Tapi artikel yang masih ada disini masih tetap akan disimpan, hanya saja tidak akan bertambah lagi. Karena untuk selanjutnya, artikel tentang film akan kutuliskan di blog film itu saja. Terimakasih

1 comment:

  1. Wah, resensimu benar-benar menyentuh sehingga aku ingin segera baca novelnya atau nonton filmnya.

    ReplyDelete

Visit my other blogs:
Mommy Mayonnaise
Mirror On The Wall
Cerita Film

Spamming and insulting comments are not allowed and will be deleted for sure. Thanks for sharing your opinions.

Shelfari: Book reviews on your book blog
Blog Widget by LinkWithin
 

~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff