Diantara semua orang yang berkomitmen untuk menikah, sebagian besar pasti menginginkan kehadiran anak dalam rumah tangga mereka. Aku bilang sebagian besar, karena memang tidak bisa dipastikan kalau semua pasangan suami istri di dunia ini memiliki keinginan dan kesiapan untuk tanggung jawab itu. Ada banyak alasan. Dan itu semua adalah hak dari masing-masing orang.
Kalau untukku sendiri, kehadiran anakku adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada kami berdua. Asha tidak menunggu berlama-lama untuk menemui kami.
Karena itu, dia juga sudah berkesempatan untuk ikut serta merayakan ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Dan biasanya kejadian seperti ini akan diikuti oleh pertanyaan-pertanyaan seperti:
”Wah, topcer ya. Apa rahasianya?”
“Cepat banget dapatnya, Ris? Pakai bantuan dokter nggak?”
”Eh, sering minum apa sih, bu? Kok bisa cepat dapat anak gitu?”
Dan dengan jujur kukatakan, aku tidak bisa memberi jawaban dengan pasti. Maaf..
Orang bijak bilang, setiap manusia sudah punya garis tangan sendiri-sendiri. Mungkin garis tangan aku dan suami adalah cepat dikaruniai anak. Sementara seorang sahabat, yang sudah menikah hampir sepuluh tahun, tetap masih belum menerima karunia ini. Padahal dia sudah mengunjungi semua dokter kandungan ternama yang dibisikkan kawan-kawannya. Sudah minum aneka ramuan jus, walaupun aroma dan rasanya aneh. Seperti jus toge, misalnya. Bayangkan saja, jangan dijus, dimakan seperti layaknya makan sayur biasa juga rasanya sudah anyep. Apalagi di-jus?
Yang paling aneh adalah kalau mengunjungi pengobatan alternatif. Kusebut alternatif karena pengobatan cara ini memang tidak bisa dibuktikan secara medis, namum tetap saja punya daftar pelanggan yang membludak. Ada yang menganjurkan agar ibu-ibu yang ingin segera hamil agar minum bubuk cecak yang sudah dibakar hingga kering lalu ditumbuk sampai halus. Dan si pasien memang benar-benar melakukannya.
Ada yang mengunjungi sebuah praktek dokter kandungan terkenal lainnya, yang menurut bisik-bisik, bertangan dingin. Artinya hampir semua pasien yang berkonsultasi padanya, pasti sukses. Dan si istri akan segera mengandung. Syaratnya, cukup dengan meminum sebotol air yang diramunya sendiri (katanya dengan resep rahasia) secara teratur. Sederhana saja, ya? Tapi begitu mengetahui harga minuman botol itu mencapai 5 juta rupiah per-botolnya, kesan sederhana itupun menguap begitu saja. Tapi, tetap saja ada pasien yang rela membelinya.
= Namanya juga usaha =
Gambaran besar yang bisa kulihat disini adalah: eksploitasi terhadap pasangan suami istri yang telah lama mendambakan kehadiran seorang anak dalam kehidupan mereka.
Para orang tua jadi terkesan menutup mata terhadap kondisi dan syarat-syarat yang harus mereka penuhi demi tercapainya harapan segera memiliki buah hati. Kalau terapi ke dokter kandungan pun ternyata tidak membuahkan hasil, maka pengobatan alternatif pun dipilih sebagai jalan keluar yang lain. Si istri akan tetap meminum segala ramuan yang diberikan. Meskipun terpaksa harus menutup hidung rapat-rapat karena baunya, menelan dengan cepat-cepat karena rasanya yang aneh, dan sebagainya. Dan bagi mereka yang tidak bermasalah dengan uang, maka pasti akan memilih cara dengan membeli minuman botolan yang harganya jutaan itu. Atau mungkin dengan cara bayi tabung, seperti Inul.
Tapi apakah itu semua bisa dijadikan kepastian agar bisa memperoleh anak? Tidak. Tulisan ini kubuat karena aku mengenal langsung seorang teman yang sangat ingin memiliki anak dan bersedia melakukan segala cara, termasuk cara-cara yang di atas, agar bisa cepat hamil. Tapi sudah bertahun-tahun dia mengikuti pengobatan, dari yang medis sampai alternatif, dari yang biayanya puluhan ribu sampai jutaan rupiah, tapi tetap saja masih belum mendapatkan anak.
”Aku sudah capek, Ris. Semua cara sudah kami ikuti. Tak ada lagi yang tersisa. Tapi tetap saja belum ada hasilnya.”
Sementara di sisi lain, sepasang suami istri, yang baru menikah selama tiga tahun dan masih belum mendapat anak, ternyata mengalami nasib yang berbeda. Mereka tidak perlu ke dokter, tidak perlu berobat alternatif, si istri tidak perlu makan cecak, dan sebagainya. Mereka berdua hanya sepakat, agar si istri berhenti dari pekerjaannya dan mengurus rumah saja. Mereka khawatir kalau pekerjaan si istri di luar rumah telah membuat dia lelah dan stress. Diharapkan, kalau dia tinggal di rumah dan menyerahkan urusan mencari nafkah kepada suaminya, dia tidak akan terlalu lelah. Dengan itu diharapkan si anak yang ditunggu-tunggu segera datang. Dan benar saja. Tidak perlu menunggu lama, hanya dalam hitungan bulan saja, si istri sudah hamil.
Kesimpulannya, manusia hanya bisa berusaha tapi Tuhan-lah yang menentukan. Setelah semua usaha dan ikhtiar yang kita lakukan ternyata masih tetap belum membawa hasil, kita hanya bisa memasrahkan diri kepada Yang Kuasa. Tidak perlu menyesali keadaan. Tidak perlu mempertanyakan nasib. Karena kedua hal itu adalah pintu masuk menuju ke rasa frustrasi. Yang malah bisa menggerogoti keutuhan rumah tangga itu sendiri.
Kalau latar belakang kita untuk memiliki anak adalah karena naluri kita untuk mengasuh, maka yang bisa kita sebut sebagai anak, bukan melulu harus yang lahir dari rahim kita. Masih ada anak-anak lain di dunia ini yang merindukan kasih sayang orang tua. Anak-anak yang terlahir bahkan tanpa usaha dan ikhtiar dari orang tuanya, yang begitu lahir malah terbuang sia-sia. Masih ada anak yang lahir di tengah keluarga yang tidak mampu. Mereka semua juga anak-anak. Kenapa tidak mengasuh mereka saja?
Dengan demikian, berkuranglah keluarga yang bercerai karena tidak bisa mempunyai anak. Berkurang pulalah anak-anak yang menderita karena tidak mempunyai orang tua. Sambil berharap, semoga Sang Empunya Kehidupan masih berkenan memberikan karunia-Nya pada suatu hari nanti.
Kalau untukku sendiri, kehadiran anakku adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada kami berdua. Asha tidak menunggu berlama-lama untuk menemui kami.
Karena itu, dia juga sudah berkesempatan untuk ikut serta merayakan ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Dan biasanya kejadian seperti ini akan diikuti oleh pertanyaan-pertanyaan seperti:
”Wah, topcer ya. Apa rahasianya?”
“Cepat banget dapatnya, Ris? Pakai bantuan dokter nggak?”
”Eh, sering minum apa sih, bu? Kok bisa cepat dapat anak gitu?”
Dan dengan jujur kukatakan, aku tidak bisa memberi jawaban dengan pasti. Maaf..
Orang bijak bilang, setiap manusia sudah punya garis tangan sendiri-sendiri. Mungkin garis tangan aku dan suami adalah cepat dikaruniai anak. Sementara seorang sahabat, yang sudah menikah hampir sepuluh tahun, tetap masih belum menerima karunia ini. Padahal dia sudah mengunjungi semua dokter kandungan ternama yang dibisikkan kawan-kawannya. Sudah minum aneka ramuan jus, walaupun aroma dan rasanya aneh. Seperti jus toge, misalnya. Bayangkan saja, jangan dijus, dimakan seperti layaknya makan sayur biasa juga rasanya sudah anyep. Apalagi di-jus?
Yang paling aneh adalah kalau mengunjungi pengobatan alternatif. Kusebut alternatif karena pengobatan cara ini memang tidak bisa dibuktikan secara medis, namum tetap saja punya daftar pelanggan yang membludak. Ada yang menganjurkan agar ibu-ibu yang ingin segera hamil agar minum bubuk cecak yang sudah dibakar hingga kering lalu ditumbuk sampai halus. Dan si pasien memang benar-benar melakukannya.
Ada yang mengunjungi sebuah praktek dokter kandungan terkenal lainnya, yang menurut bisik-bisik, bertangan dingin. Artinya hampir semua pasien yang berkonsultasi padanya, pasti sukses. Dan si istri akan segera mengandung. Syaratnya, cukup dengan meminum sebotol air yang diramunya sendiri (katanya dengan resep rahasia) secara teratur. Sederhana saja, ya? Tapi begitu mengetahui harga minuman botol itu mencapai 5 juta rupiah per-botolnya, kesan sederhana itupun menguap begitu saja. Tapi, tetap saja ada pasien yang rela membelinya.
= Namanya juga usaha =
Gambaran besar yang bisa kulihat disini adalah: eksploitasi terhadap pasangan suami istri yang telah lama mendambakan kehadiran seorang anak dalam kehidupan mereka.
Para orang tua jadi terkesan menutup mata terhadap kondisi dan syarat-syarat yang harus mereka penuhi demi tercapainya harapan segera memiliki buah hati. Kalau terapi ke dokter kandungan pun ternyata tidak membuahkan hasil, maka pengobatan alternatif pun dipilih sebagai jalan keluar yang lain. Si istri akan tetap meminum segala ramuan yang diberikan. Meskipun terpaksa harus menutup hidung rapat-rapat karena baunya, menelan dengan cepat-cepat karena rasanya yang aneh, dan sebagainya. Dan bagi mereka yang tidak bermasalah dengan uang, maka pasti akan memilih cara dengan membeli minuman botolan yang harganya jutaan itu. Atau mungkin dengan cara bayi tabung, seperti Inul.
Tapi apakah itu semua bisa dijadikan kepastian agar bisa memperoleh anak? Tidak. Tulisan ini kubuat karena aku mengenal langsung seorang teman yang sangat ingin memiliki anak dan bersedia melakukan segala cara, termasuk cara-cara yang di atas, agar bisa cepat hamil. Tapi sudah bertahun-tahun dia mengikuti pengobatan, dari yang medis sampai alternatif, dari yang biayanya puluhan ribu sampai jutaan rupiah, tapi tetap saja masih belum mendapatkan anak.
”Aku sudah capek, Ris. Semua cara sudah kami ikuti. Tak ada lagi yang tersisa. Tapi tetap saja belum ada hasilnya.”
Sementara di sisi lain, sepasang suami istri, yang baru menikah selama tiga tahun dan masih belum mendapat anak, ternyata mengalami nasib yang berbeda. Mereka tidak perlu ke dokter, tidak perlu berobat alternatif, si istri tidak perlu makan cecak, dan sebagainya. Mereka berdua hanya sepakat, agar si istri berhenti dari pekerjaannya dan mengurus rumah saja. Mereka khawatir kalau pekerjaan si istri di luar rumah telah membuat dia lelah dan stress. Diharapkan, kalau dia tinggal di rumah dan menyerahkan urusan mencari nafkah kepada suaminya, dia tidak akan terlalu lelah. Dengan itu diharapkan si anak yang ditunggu-tunggu segera datang. Dan benar saja. Tidak perlu menunggu lama, hanya dalam hitungan bulan saja, si istri sudah hamil.
Kesimpulannya, manusia hanya bisa berusaha tapi Tuhan-lah yang menentukan. Setelah semua usaha dan ikhtiar yang kita lakukan ternyata masih tetap belum membawa hasil, kita hanya bisa memasrahkan diri kepada Yang Kuasa. Tidak perlu menyesali keadaan. Tidak perlu mempertanyakan nasib. Karena kedua hal itu adalah pintu masuk menuju ke rasa frustrasi. Yang malah bisa menggerogoti keutuhan rumah tangga itu sendiri.
Kalau latar belakang kita untuk memiliki anak adalah karena naluri kita untuk mengasuh, maka yang bisa kita sebut sebagai anak, bukan melulu harus yang lahir dari rahim kita. Masih ada anak-anak lain di dunia ini yang merindukan kasih sayang orang tua. Anak-anak yang terlahir bahkan tanpa usaha dan ikhtiar dari orang tuanya, yang begitu lahir malah terbuang sia-sia. Masih ada anak yang lahir di tengah keluarga yang tidak mampu. Mereka semua juga anak-anak. Kenapa tidak mengasuh mereka saja?
Dengan demikian, berkuranglah keluarga yang bercerai karena tidak bisa mempunyai anak. Berkurang pulalah anak-anak yang menderita karena tidak mempunyai orang tua. Sambil berharap, semoga Sang Empunya Kehidupan masih berkenan memberikan karunia-Nya pada suatu hari nanti.
anak itu kan rezeki. dan yang namanya rezeki itu ada di tangan Tuhan
ReplyDelete^^
Benar, Hen.. Itu adalah inti dari tulisan ini ^_^
ReplyDeleteTerimakasih sudah menyimpulkannya.
Dan bagi yang sudah sangat berputus asa dalam penantian menunggu rezeki ini datang, ingatlah kalau seluruh anak di dunia ini adalah anak kita juga. Jadi energi yang terbuang percuma untuk keputus-asaan itu akan lebih baik jika dialihkan kepada 'rezeki dari Tuhan' yang lain, yang kurang beruntung.
Hanya untuk yang berputus asa loh...
Bagi yang masih tetap setia dan fokus dalam berusaha dan berdoa, dan belum terjerat dalam lilitan keputus-asaan karena bosan menunggu, tetap sabar dan tetap berdoa...
Salam
^_^