Pengusaha rokok di Indonesia sepertinya harus mulai mengencangkan ikat pinggangnya. Karena pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru tentang rokok, yaitu: Peraturan Menteri Keuangan No.104/PMK.03/2009 pada tanggal 10 Juni 2009, tentang pembatasan jumlah dana yang bisa dipergunakan untuk iklan rokok.
Kalau sebelumnya biaya promosi yang bisa dikeluarkan perusahaan rokok tidak ditentukan batasnya, asalkan tidak lebih dari 2% pendapatan (kalau laba perusahaan di atas 100 miliar) atau maksimal 5% pendapatan (kalau laba perusahaan di bawah 100 miliar). Maka tak heran kalau perusahaan rokok adalah pengiklan terbesar di negara ini. Tercatat kalau ada perusahaan rokok yang menghabiskan dana sebesar 1,386 triliun rupiah hanya untuk iklan media saja. Bayangkan, berapa laba perusahaannya. Ini belum termasuk biaya promosi dengan menjadi sponsor berbagai acara, seperti musik dan olah raga.
Dan peraturan yang baru ini, benar-benar telah memberi batasan yang tegas untuk pengeluaran promosi ini. Karena dana yang diizinkan ketika ber-iklan hanyalah sebesar 100 miliar saja. Kalaupun perusahaan masih tetap ingin mengeluarkan biaya lebih untuk iklan, maka pemerintah akan memotong dana tambahan dari laba perusahaan. Sehingga keuntungan tentunya akan semakin berkurang. Memangnya perusahaan rokok besar seperti itu mau, labanya dikurangi? Aku tidak yakin.
Pemerintah beralasan, peraturan baru ini dikeluarkan agar pengusaha rokok skala kecil tidak tergusur oleh pengusaha besar. Sementara pengusaha rokok melihat peraturan baru ini sebagai usaha pemerintah untuk membatasi iklan rokok.
Kalau sebelumnya biaya promosi yang bisa dikeluarkan perusahaan rokok tidak ditentukan batasnya, asalkan tidak lebih dari 2% pendapatan (kalau laba perusahaan di atas 100 miliar) atau maksimal 5% pendapatan (kalau laba perusahaan di bawah 100 miliar). Maka tak heran kalau perusahaan rokok adalah pengiklan terbesar di negara ini. Tercatat kalau ada perusahaan rokok yang menghabiskan dana sebesar 1,386 triliun rupiah hanya untuk iklan media saja. Bayangkan, berapa laba perusahaannya. Ini belum termasuk biaya promosi dengan menjadi sponsor berbagai acara, seperti musik dan olah raga.
Dan peraturan yang baru ini, benar-benar telah memberi batasan yang tegas untuk pengeluaran promosi ini. Karena dana yang diizinkan ketika ber-iklan hanyalah sebesar 100 miliar saja. Kalaupun perusahaan masih tetap ingin mengeluarkan biaya lebih untuk iklan, maka pemerintah akan memotong dana tambahan dari laba perusahaan. Sehingga keuntungan tentunya akan semakin berkurang. Memangnya perusahaan rokok besar seperti itu mau, labanya dikurangi? Aku tidak yakin.
Pemerintah beralasan, peraturan baru ini dikeluarkan agar pengusaha rokok skala kecil tidak tergusur oleh pengusaha besar. Sementara pengusaha rokok melihat peraturan baru ini sebagai usaha pemerintah untuk membatasi iklan rokok.
Aha..kalau latar belakangnya adalah yang nomor dua, tentu saja aku setuju 1000%. Iklan rokok sudah sangat merajai media kita beberapa tahun ini. Dan ternyata, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang masih belum menanda-tangani KONVENSI PENGATURAN TEMBAKAU DEMI KESEHATAN (Framework Convention On Tobacco Control). Yang pada intinya menyatakan: melarang segala bentuk promosi, iklan dan sponsorship oleh perusahaan rokok, karena meningkatkan jumlah perokok. Hmm.. bukan prestasi yang bisa dibanggakan
Dan akibatnya, sekarang perusahaan-perusahaan rokok yang sudah tersingkir di Eropa dan negara-negara lain, mulai lari ke Indonesia. Karena disini, iklan rokok masih belum dilarang. Bahkan menjadi pengiklan terbesar kedua setelah iklan telekomunikasi.
Mengapa Indonesia memilih untuk tidak menanda-tangani konvensi itu? Uang masuk, pastinya adalah faktor utama. Negara masih harus memilih antara memasung kaki pengusaha rokok yang telah memberi pemasukan pajak yang banyak, atau menjaga kesehatan rakyatnya. Dan sudah bisa ditebak, ke arah mana hati pemerintah lebih condong, dalam hal ini.
Yang pasti, dengan adanya peraturan baru ini, maka maka para pencari dana sponsorship tidak bisa lagi melirik para pengusaha rokok yang berkantong tebal. Iklan-iklan rokok di televisi juga akan berkurang. Dengan ini, jumlah perokok baru di Indonesia diharapkan juga akan berkurang. Karena serbuan iklan di TV juga akan berkurang. Tapi bagaimana dengan mereka yang sudah terlanjur mencintai rokok, ya? Ada pengaruhnya nggak?
Dan akibatnya, sekarang perusahaan-perusahaan rokok yang sudah tersingkir di Eropa dan negara-negara lain, mulai lari ke Indonesia. Karena disini, iklan rokok masih belum dilarang. Bahkan menjadi pengiklan terbesar kedua setelah iklan telekomunikasi.
Mengapa Indonesia memilih untuk tidak menanda-tangani konvensi itu? Uang masuk, pastinya adalah faktor utama. Negara masih harus memilih antara memasung kaki pengusaha rokok yang telah memberi pemasukan pajak yang banyak, atau menjaga kesehatan rakyatnya. Dan sudah bisa ditebak, ke arah mana hati pemerintah lebih condong, dalam hal ini.
Yang pasti, dengan adanya peraturan baru ini, maka maka para pencari dana sponsorship tidak bisa lagi melirik para pengusaha rokok yang berkantong tebal. Iklan-iklan rokok di televisi juga akan berkurang. Dengan ini, jumlah perokok baru di Indonesia diharapkan juga akan berkurang. Karena serbuan iklan di TV juga akan berkurang. Tapi bagaimana dengan mereka yang sudah terlanjur mencintai rokok, ya? Ada pengaruhnya nggak?
Sedikit tidak nyambung..
ReplyDeleteAku suka banget SEMUA iklan rokok di tivi. Meskipun aku benci banget sama rokok. Tapi menurutku membatasi biaya iklan tidak akan berdampak signifikan terhadap penjualan rokok. Iklan itu urusan industri kreatif, dan aku yakin banget industri periklanan bisa bikin iklan rokok yang keren hanya dengan budget Rp 2 milyar saja.
bagus deh, sejujurnya henny juga nggak suka dengan rokok, atau segala hal yang terkait di dalamnya :p
ReplyDeleteIya, Hen.. Sudah terlalu banyak iklan kayaknya yah.. Tapi rokok memang tidak bisa dibasmi tuntas. Karena merupakan sumber pemasukan pajak negara juga...
ReplyDeleteMasa' sih nggak nyambung, Vik?
ReplyDeleteJustru karena iklan rokok yang sangat kreatif itulah, jumlah perokok muda di Indonesia bertambah dengan cukup cepat. Mungkin tidak untuk semua orang. Iklan itu juga sama sekali tidak berpengaruh untukku.
Tapi menuruk Kak Seto, dari riset yang dilakukan Komisi Anak, ditemukan kalau sekitar 31% remaja mulai merokok pada usian 15 tahun. Dan setengah dari mereka mulai merokok karena TERPENGARUH IKLAN.
Itulah sebabnya pemerintah menganggap penting untuk membatasi penayangan iklan di televisi.
Saya sendiri tidak merokok, tapi saya menghargai perokok yang sopan. Misalnya, tidak merokok di dalam bus kota, angkutan umum, dan sebagainya. Saya juga sangat setuju iklan rokok dihapus di televisi. Total, gak ragu-ragu kayak pemerintah sekarang.
ReplyDeleteHubungan iklan dan kebiasaan merokok? Ada banyak pendapat dan penelitian memang. Tapi, menurut saya, merokok itu sudah jadi kebiasaan umum di mana-mana, seluruh dunia lah. Di daerah saya yang TV tidak masuk, kecuali pakai parabola, di Flores, orang-orang merokok karena kebiasaan turun-temurun. Mereka tentulah tak pernah atau jarang lihat televisi, baca koran, dan sebagainya.
Di pelosok Jawa Timur yang juga belum maju, kayak di tempat KKN saya di pegunungan Bondowoso pada 1990-an, pun (hampir) semua laki-laki merokok. Habit lah! Orang juga menanam tembakau, bisa dilinting sendiri.
Jadi, ada iklan atau tidak ada iklan, merokok itu sulit dienyahkan dari bumi. Sama dengan minum kopi, teh, dan sejenisnya. Meskipun sejak dulu jemaat Advent Hari Ketujuh gencar propaganda bahaya kafein, teine, dan sebagainya, ya, orang tetap minum kopi atau teh.
Horasss!!!!!