Tuesday, April 28, 2009

Kasus Manohara itu kasus KDRT


Setelah menikah, seorang istri akan pergi mengikuti suaminya. Itu sudah menjadi pemahaman bersama secara universal. Manohara berada di Malaysia adalah dalam rangka mengikut suaminya yang sudah melamarnya secara resmi ke ibundanya. Masyarakat juga harus jeli melihat, kemana sebenarnya kasus ini akan berkembang, jangan hanya terbawa emosi.
Jangan sampai hubungan ’panas-dingin’ antara Indonesia-Malaysia menjadi ’panas terbakar’ karena ’masalah dapur’ seorang remaja yang memilih untuk menikah muda dengan restu ibundanya sendiri. Karena tidak lucu juga kalau karena masalah ini memicu perang antar negara kan? Yang benar saja!

Hubungan baik antara negara bertetangga sudah pasti haruslah dijaga dengan baik. Kalau hubungan baik sudah terjalin, maka pemasalahan-permasalahan yang muncul diantara dua negara relatif akan lebih mudah untuk dicari jalan keluarnya. Sementara kalau tidak ada hubungan baik, maka masalah kecilpun akan menjadi besar.

Hubungan Indonesia-Malaysia selama ini rasanya seperti api dalam sekam. Dibilang buruk, tidak ada konfrontasi. Dibilang baik, tapi sering berselisih paham. Kondisi ini juga sudah pasti akan merasuk ke dalam kehidupan rakyat di masing-masing negara. Wajar saja. Warga negara mana yang rela negaranya tidak mendapat penghormatan yang layak dari negara lain. Yang dibutuhkan hanyalah sedikit ’pemicu’ saja, maka hubungan yang tidak jelas baik atau buruk ini akan berubah jadi membara. Kalau masalah yang muncul berkaitan dengan harga diri bangsa yang terhina, pasti masyarakat akan saling bahu membahu untuk membela tanah air hingga titik darah penghabisan.

Kalau untuk yang lebih nasional, misalnya kasus TKI yang dianiaya di Indonesia, baru hal itu perlu rasanya untuk ditanggapi langsung oleh kepala negara. Karena kasus aniaya jenis ini biasanya tidak menimpa satu orang saja, tapi banyak orang. Dan yang pasti, penganiayaan itu tidak dilakukan oleh ’suami’ dari TKI tersebut kan?
Atau kasus ’batik’ dan ’reog ponorogo’ yang dengan seenak hatinya diklaim oleh Malaysia sebagai kebudayaan asli mereka, wajar kalau rakyat Indonesia merasa marah akan hal-hal seperti itu. Karena itu menyinggung kebudayaan Indonesia secara nasional.

Tapi, bagaimana kalau masalah yang muncul tidaklah se’urgent’ itu? Kalau ternyata ada masalah antara warga negara Malaysia dan warga negara Indonesia yang sudah menikah secara resmi. Masa iya, hubungan diplomatis antara dua negara harus memburuk hanya karena ada masalah pribadi yang terjadi antar warga negara?

Kasus yang berkembang di media massa saat ini khususnya, adalah kasus Manohara Odelia Pinot. Ibunya Deasy Fajarina mengadukan kalau anaknya dianiaya oleh keluarga kerajaan Kelantan, Malaysia. Dia melapor kesana-kemari, dan rajin muncul di infotainmert. Diberitakan kalau Manohara ini disiksa dan tidak diizinkan untuk kembali ke Indonesia. Dia juga tidak diizinkan bertemu dengan ibu kandungnya, sementara ibu kandungnya sendiri dicekal untuk masuk ke Malaysia.

Sekilas, masalah ini memang cukup menghebohkan. Mengingat hal ini terjadi pada warga negara Indonesia. Tapi, setelah dirunut lebih jauh lagi, ternyata sang Manohara ini sudah berstatus istri dari Putra Mahkota Kerajaan tersebut. Berarti, masalah ini tergolong pada kasus domestik atau kekerasan dalam rumah tangga.

Tapi, opini yang mulai berkembang saat ini lebih condong kepada : Malaysia tidak menghargai warga Negara Indonesia yang berada disana. Apa iya? Apakah bisa seorang putra mahkota kerajaan dianggap mewakili negara Malaysia secara keseluruhan, sebagai yang menganiaya? Apa bisa seorang Manohara dianggap mewakili rakyat Indonesia sebagai pihak yang teraniaya? Mengapa kasus rumah tangga seperti ini harus dinaikkan menjadi kasus antar negara?

Memang negara harus memperhatikan keselamatan warganya yang berada di luar negeri. Itu pasti. Tapi harus benar-benar dilihat, apakah kasus yang menimpa warga negara itu adalah kasus pribadi atau nasional. Kalau kasus dalam rumah tangga, lebih baik kalau diselesaikan oleh pihak-pihak yang terlibat saja. Tak perlulah sampai menteri atau bahkan presiden ikut turun tangan menanggapi kasus perselisihan antara dua keluarga yang berbesan. Tapi kalau komisi yang menangani hak asasi manusia, mungkin bisa mengadakan pertemuan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

Bukan bermaksud mengecilkan masalah yang dialami oleh sang ibunda yang tidak bisa bertemu dengan putrinya. Tapi, bukankah lebih baik kalau masalah keluarga ini juga diselesaikan secara kekeluargaan? Sewaktu menikahkan putrinya dulu, mereka masih bisa duduk bersama dan bersuka-ria (tanpa mengajak serta rakyat Indonesia ) Kalau sekarang ternyata mengalami masalah rumah tangga, masa iya seluruh rakyat Indonesia harus ikut-ikutan menanggung akibatnya? Karena kalau sampai hubungan Indonesia-Malaysia memburuk, sudah pasti akan ada dampak buruk yang didapat warga masing-masing negara. Ditambah lagi posisi kedua negara ini letaknya berdampingan.

Setelah menikah, seorang istri akan pergi mengikuti suaminya. Itu sudah menjadi pemahaman bersama secara universal. Manohara berada di Malaysia adalah dalam rangka mengikut suaminya yang sudah melamarnya secara resmi ke ibundanya. Masyarakat juga harus jeli melihat, kemana sebenarnya kasus ini akan berkembang, jangan hanya terbawa emosi.
Jangan sampai hubungan ’panas-dingin’ antara Indonesia-Malaysia menjadi ’panas terbakar’ karena ’masalah dapur’ seorang remaja yang memilih untuk menikah muda dengan restu ibundanya sendiri. Karena tidak lucu juga kalau karena masalah ini memicu perang antar negara kan? Yang benar saja!

2 comments:

  1. Horas!!!

    "Setelah menikah, seorang istri akan pergi mengikuti suaminya. Itu sudah menjadi pemahaman bersama secara universal..."

    Sekarang ini "pemahaman bersama" itu sudah luntur, khususnya di Jawa. Banyak suami yang lebih suka ikut istri, numpang di rumahnya orangtua istri. Pondok mertua indah hehehe....

    Warga Pulau Madura dan warga keturunan Madura di Jawa Timur (Bondowoso, Jember, Situbondo, dan sekitarnya) punya adat "suami ikut istri". Suami nunut saja (nebeng) sama istri.

    Menurut saya, kasus Manohara harus dicermati. Apakah benar semua keterangan si mamanya Manohara? Kok berani-beraninya menyerang kehormatan raja? Jangan-jangan asal omong karena stres?

    Sisi positifnya: ada raja di Malaysia yang memperistri orang Indonesia. Imej kita orang Indonesia boleh naik kerana setakat ini Indonesia dikesankan sebagai "bangsa babu", "bangsa kuli", "orang bodoh", "pendatang haram", "sering terlibat kes jenayah".... yang hanya dapat bekerja di kebun-kebun sawit.

    ReplyDelete
  2. Hehehe... Kalau Pondok Mertua Indah, disini juga banyak bang. Tapi, tetap saja suami itu adalah kepala rumah tangga yang patut dihormati dan didengar(paling tidak, menurut saya pribadi lho.. dan saya praktekkan ^__^) tapi selama si suami tidak jadi 'ngelunjak' ya... Para istri ini juga bisa lho jadi 'seram' hehehe...

    Menurut saya, masalah keluarga biarlah diselesaikan secara internal. tidak perlu gembar-gembor ke infotainment seperti itu. lha, yang berita resmi aja tidak pernah menyinggung kasus ini kok.

    Kalau ibunya ingin putrinya 'naik status' ya sudah berhasil toh, jadi istri putra mahkota..
    Tapi, kalau si putra mahkota tidak ingin membawa si ibu mertua ke dalam 'inner circle'nya, ya masa' mau dipaksa?

    Ironis memang ya, bang.
    Dahulu.... orang Malaysia banyak yang datang untuk bersekolah ke Indonesia. karena dianggap kwalitas pendidikannya lebih baik. Dan mereka disambut dengan baik pula.
    Sekarang, orang Indonesia yang berlomba kesana. Tapi bukan untuk sekolah, melainkan untuk bekerja. Dan sebaliknya, disambut dengan penghinaan...

    ReplyDelete

Visit my other blogs:
Mommy Mayonnaise
Mirror On The Wall
Cerita Film

Spamming and insulting comments are not allowed and will be deleted for sure. Thanks for sharing your opinions.

Shelfari: Book reviews on your book blog
Blog Widget by LinkWithin
 

~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff