Negara memegang hak penuh atas fasilitas yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Seperti listrik dan air. Tentu saja hal ini memang penting, khususnya agar tidak ada pihak swasta yang bisa memonopoli dan menetapkan harga yang terlalu tinggi bagi konsumennya. Dan tarif listrik dan air saat ini masih relatif murah.
Masalahnya, saking murahnya, kwalitas airnya sangat buruk! Hal inilah yang sedang kami alami saat ini. PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara tidak bisa menyuplai air yang layak untuk dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sudah dua hari ini, air yang mengalir ke rumah kotor sekali! Keruh, berpasir dan berbau!
Bagaimana mungkin air kotor seperti itu bisa dipergunakan untuk mencuci beras, sayur-mayur dan bahan mentah lainnya untuk dimakan? Kalau airnya dipakai, badan jadi gatal-gatal. Kalaupun terpaksa dipakai untuk mandi, yang jelas sangat tidak layak dipakai untuk kumur-kumur ketika sikat gigi! Dan kalau dipakai untuk keramas, hampir bisa dipastikan kalau butiran-butiran pasirnya akan tetap ’nyangkut’ di rambut. Jadi bukannya bersih, malah semakin kotor! Untungnya, untuk air minum kami menggunakan AMDK (air minum dalam kemasan) sehingga tidak perlu khawatir kalau kotoran itu akan memasuki pencernaan juga. Huh!
Ini bukan kali pertama suplai air dari PDAM Tirtanadi bermasalah seperti ini. Paling tidak sekali sebulan, pasti ada saja saatnya air yang keluar dari keran itu terlihat keruh dan berbau. Tapi, tidak sampai berpasir atau lumpur seperti ini. Di kota kelahiranku, P. Siantar (PDAM Tirtauli) tidak pernah terjadi air kotor seperti ini. Berarti memang kinerja PDAM Tirtanadi yang tidak becus!
Di masa kini, seharusnya air minum sudah dapat dikonsumsi langsung dari keran. Seperti di luar negeri. Karena teknologi sekarang sudah sangat canggih. Proses penyaringan dan pembersihan air sudah bisa dilakukan secara otomatis dan bisa diuji secara klinis, kalau air yang disuplai terjamin kualitas dan kehigienisannya. Sayangnya, di Medan (ibukota propinsi yang katanya menuju metropolitan ini), masyarakat masih harus bergelut dengan masalah air kotor!
Bisa dibayangkan, apa yang akan dialami oleh keluarga yang tidak mengkonsumsi AMDK. Mau tak mau mereka akan menggunakan air itu juga untuk minum, karena tidak mampu untuk membeli kemasan botolan, yang tidak pasti sampai kapan akan dipergunakan. Karena pihak PDAM Tirtanadi sendiri tidak ada mengumumkan secara pasti, kapan air yang akan disuplai benar-benar bersih. Maka, yang terjadi adalah penyakit pasti akan mucul.
Kemarin, PLN yang berulah dengan sistem ’mati-hidup’ selama empat jam perhari. Setelah di demo, sekarang PLN sudah ’sembuh’. Sekarang yang berulah adalah PDAM dengan air kotornya yang dialirkan ke rumah-rumah. Mungkin, PDAM pun perlu di demo juga, agar bisa meningkatkan kwalitas pelayanannya. Kalau PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara tidak mampu membiayai teknologi yang tepat dalam menangani air bersih, tidak ada salahnya juga kalau mencoba bekerjasama dengan pemodal swasta.
Aku yakin, masyarakat pasti akan lebih memilih menggunakan air minum yang bersih dan sehat meskipun agak mahal, daripada air minum murah tapi berisi pasir dan lumpur! PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara benar-benar perlu memperhatikan hal ini. Jangan karena murah, kwalitas pun jadi seadanya. Ini masalah air minum! Bukan seperti beli tas, yang kwalitasnya sesuai dengan harganya.
Masalahnya, saking murahnya, kwalitas airnya sangat buruk! Hal inilah yang sedang kami alami saat ini. PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara tidak bisa menyuplai air yang layak untuk dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sudah dua hari ini, air yang mengalir ke rumah kotor sekali! Keruh, berpasir dan berbau!
Bagaimana mungkin air kotor seperti itu bisa dipergunakan untuk mencuci beras, sayur-mayur dan bahan mentah lainnya untuk dimakan? Kalau airnya dipakai, badan jadi gatal-gatal. Kalaupun terpaksa dipakai untuk mandi, yang jelas sangat tidak layak dipakai untuk kumur-kumur ketika sikat gigi! Dan kalau dipakai untuk keramas, hampir bisa dipastikan kalau butiran-butiran pasirnya akan tetap ’nyangkut’ di rambut. Jadi bukannya bersih, malah semakin kotor! Untungnya, untuk air minum kami menggunakan AMDK (air minum dalam kemasan) sehingga tidak perlu khawatir kalau kotoran itu akan memasuki pencernaan juga. Huh!
Ini bukan kali pertama suplai air dari PDAM Tirtanadi bermasalah seperti ini. Paling tidak sekali sebulan, pasti ada saja saatnya air yang keluar dari keran itu terlihat keruh dan berbau. Tapi, tidak sampai berpasir atau lumpur seperti ini. Di kota kelahiranku, P. Siantar (PDAM Tirtauli) tidak pernah terjadi air kotor seperti ini. Berarti memang kinerja PDAM Tirtanadi yang tidak becus!
Di masa kini, seharusnya air minum sudah dapat dikonsumsi langsung dari keran. Seperti di luar negeri. Karena teknologi sekarang sudah sangat canggih. Proses penyaringan dan pembersihan air sudah bisa dilakukan secara otomatis dan bisa diuji secara klinis, kalau air yang disuplai terjamin kualitas dan kehigienisannya. Sayangnya, di Medan (ibukota propinsi yang katanya menuju metropolitan ini), masyarakat masih harus bergelut dengan masalah air kotor!
Bisa dibayangkan, apa yang akan dialami oleh keluarga yang tidak mengkonsumsi AMDK. Mau tak mau mereka akan menggunakan air itu juga untuk minum, karena tidak mampu untuk membeli kemasan botolan, yang tidak pasti sampai kapan akan dipergunakan. Karena pihak PDAM Tirtanadi sendiri tidak ada mengumumkan secara pasti, kapan air yang akan disuplai benar-benar bersih. Maka, yang terjadi adalah penyakit pasti akan mucul.
Kemarin, PLN yang berulah dengan sistem ’mati-hidup’ selama empat jam perhari. Setelah di demo, sekarang PLN sudah ’sembuh’. Sekarang yang berulah adalah PDAM dengan air kotornya yang dialirkan ke rumah-rumah. Mungkin, PDAM pun perlu di demo juga, agar bisa meningkatkan kwalitas pelayanannya. Kalau PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara tidak mampu membiayai teknologi yang tepat dalam menangani air bersih, tidak ada salahnya juga kalau mencoba bekerjasama dengan pemodal swasta.
Aku yakin, masyarakat pasti akan lebih memilih menggunakan air minum yang bersih dan sehat meskipun agak mahal, daripada air minum murah tapi berisi pasir dan lumpur! PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara benar-benar perlu memperhatikan hal ini. Jangan karena murah, kwalitas pun jadi seadanya. Ini masalah air minum! Bukan seperti beli tas, yang kwalitasnya sesuai dengan harganya.
Moga-moga ada pejabat PDAM Medan yang membaca tulisan ini dan mau memperbaiki mutu air. Di mana-mana, juga di tempat saya (PDAM Surabaya dan PDAM Sidoarjo) pun selalu ada keluhan macam begini. Tapi akhir-akhir ini saya nilai sudah baik setelah tarif pelanggan dinaikkan terus-menerus.
ReplyDeletePDAM itu, kata teman-teman, Perusahaan Daerah Air Mandi. Risma, saya sendiri rutin membeli air galonan yang Rp 10.000 itu untuk minum.
Tetangga saya jualan air isi ulang. Murah, laku, tapi setelah banyak kasus pencemaran air isi ulang di Surabaya (banyak pengusaha yang mengabaikan proses pengolahan secara benar), bisnis begini kurang berkembang.
Kami sering bertanya langsung kepada Wali Kota Surabaya dan Bupati Sidoarjo kapan air PDAM bisa langsung diminum kayak di luar negeri. Tidak perlu dimasak segala. "Kapan saja bisa, cuma instalasi pipa di Surabaya itu sudah uzur. Jadi, harus diperbarui dulu," kata Pak Bambang DH, wali kota Surabaya.
Tahun ini Pak Bambang mau coba air langsung minum di sebuah perumahan di kawasan Surabaya Timur. Moga-moga Sumatera Utara jauh lebih baik.
Horaaasssss!!!!
Sampai sekarang juga masih belum beres lho, bang. Masih tetap keruh juga. Saya sudah sampai kirim sms ke Sms gateaway yang ada di belakang kwitansi pembayaran bulanan. Nggak tahu deh bakal ditindak lanjutin atau tidak.
ReplyDeleteKalau air minum isi ulang, juga sudah mulai berkurang peminatnya. Ya karena hal yang sama juga, kwalitasnya semakin buruk. Lebih baik beli yang bukan isi ulang (bersegel) tapi lebih sehat. Yang jelas tidak bakal menggunakan air dari PAM..
Entah kapan disini bisa punya air yang diminum langsung. Surabaya sudah mulai ke tahap itu, kayaknya.