Cuaca belakangan ini memang benar-benar tidak bisa diduga. Hari ini bisa panas terik, besok malah hujan seharian. Atau bahkan campuran dari keduanya. Mendung tetapi tidak kunjung turun hujan. Satu hal yang pasti sama, gerah!
Saat-saat sesudah hujan pun bisa membuat keringat bercucuran karena gerah.
Kalau rasa gerah itu dialami di siang hari, mungkin masih bisa diatasi dengan membuka pintu dan jendela lebar-lebar, sehingga hembusan angin bisa masuk ke rumah. Tapi, kalau malam hari bagaimana? Masa harus membuka pintu dan jendela lebar-lebar juga? Yang ada malah bentol-bentol karena digigit nyamuk yang zaman sekarang ini sepertinya makin sadis saja. Kalau ketiduran, lebih bahaya lagi, bisa-bisa ada kunjungan tanpa rencana dari maling-maling.
Mau pakai kipas angin sepanjang malam? Sudah pernah mencoba kok. Hasilnya, besok paginya perut kembung karena masuk angin. Mau kipas-kipas sendiri pakai koran bekas? Kalau ketiduran, yah terasa gerah lagi kan.
Yang paling kasihan itu Agasha, anakku yang baru berumur 1 tahun 9 bulan ini. Dia belum bisa mengipasi dirinya sendiri dan tidak kuizinkan berada di depan kipas angin berlama-lama. Alhasil, dia sering rewel di tengah malam. Ketika kuperiksa, ternyata dahi dan punggungnya sudah basah karena keringat. Tidurnya pun jadi gelisah. Sebentar-sebentar pasti merengek sambil tidur. Dan beberapa hari belakangan ini aku menemukan ruam-ruam keringat buntet di sekujur tubuhnya. Jadi, kalau dia keringatan lagi, keringat buntetnya akan terasa sangat gatal. Akibatnya, sekarang dia rewel baik siang ataupun malam.
Akhirnya kami memutuskan untuk memakai AC di kamar tidur. Pada malam pertama, Agasha tidur dengan senyum tersungging. Lucu sekali melihat dia tidur sambil senyum-senyum seperti itu. Posisi tidurnya hampir tidak pernah berganti. Kadang-kadang dia terbangun sebentar, lalu seperti orang ngelindur dia akan menunjuk-nunjuk ke arah AC yang menempel dinding. Sambil mengoceh lucu khas balita. Lalu kemudian tertidur kembali. Kami berdua sering tertawa-tawa melihatnya. Tapi dia sama sekali tidak merasa terganggu dan tidur kembali.
Aku hanya bisa pasrah, meskipun aku menyadari kalau keberadaan AC ini akan menambah biaya pemakaian listrik bulanan kami. Apalagi kalau AC ini hidup semalaman. Tapi, aku tidak tega juga melihat anakku tidak bisa tidur karena gerah. Yang pasti, aku akan berhemat dengan mematikan lebih banyak lampu yang tidak dipakai setiap malam. Seperti, lampu di ruang keluarga. Jadi, daya listriknya bisa dialihkan ke AC saja.
Sekarang, tidur malam pun rasanya menyenangkan.....
Saat-saat sesudah hujan pun bisa membuat keringat bercucuran karena gerah.
Kalau rasa gerah itu dialami di siang hari, mungkin masih bisa diatasi dengan membuka pintu dan jendela lebar-lebar, sehingga hembusan angin bisa masuk ke rumah. Tapi, kalau malam hari bagaimana? Masa harus membuka pintu dan jendela lebar-lebar juga? Yang ada malah bentol-bentol karena digigit nyamuk yang zaman sekarang ini sepertinya makin sadis saja. Kalau ketiduran, lebih bahaya lagi, bisa-bisa ada kunjungan tanpa rencana dari maling-maling.
Mau pakai kipas angin sepanjang malam? Sudah pernah mencoba kok. Hasilnya, besok paginya perut kembung karena masuk angin. Mau kipas-kipas sendiri pakai koran bekas? Kalau ketiduran, yah terasa gerah lagi kan.
Yang paling kasihan itu Agasha, anakku yang baru berumur 1 tahun 9 bulan ini. Dia belum bisa mengipasi dirinya sendiri dan tidak kuizinkan berada di depan kipas angin berlama-lama. Alhasil, dia sering rewel di tengah malam. Ketika kuperiksa, ternyata dahi dan punggungnya sudah basah karena keringat. Tidurnya pun jadi gelisah. Sebentar-sebentar pasti merengek sambil tidur. Dan beberapa hari belakangan ini aku menemukan ruam-ruam keringat buntet di sekujur tubuhnya. Jadi, kalau dia keringatan lagi, keringat buntetnya akan terasa sangat gatal. Akibatnya, sekarang dia rewel baik siang ataupun malam.
Akhirnya kami memutuskan untuk memakai AC di kamar tidur. Pada malam pertama, Agasha tidur dengan senyum tersungging. Lucu sekali melihat dia tidur sambil senyum-senyum seperti itu. Posisi tidurnya hampir tidak pernah berganti. Kadang-kadang dia terbangun sebentar, lalu seperti orang ngelindur dia akan menunjuk-nunjuk ke arah AC yang menempel dinding. Sambil mengoceh lucu khas balita. Lalu kemudian tertidur kembali. Kami berdua sering tertawa-tawa melihatnya. Tapi dia sama sekali tidak merasa terganggu dan tidur kembali.
Aku hanya bisa pasrah, meskipun aku menyadari kalau keberadaan AC ini akan menambah biaya pemakaian listrik bulanan kami. Apalagi kalau AC ini hidup semalaman. Tapi, aku tidak tega juga melihat anakku tidak bisa tidur karena gerah. Yang pasti, aku akan berhemat dengan mematikan lebih banyak lampu yang tidak dipakai setiap malam. Seperti, lampu di ruang keluarga. Jadi, daya listriknya bisa dialihkan ke AC saja.
Sekarang, tidur malam pun rasanya menyenangkan.....
Tidur nyenyak, mimpi indah.
ReplyDeleteMemang cuaca sekarang makin panas, kitorang tra nyaman kalo tidur malam, padahal badan su capek mati punya. Medan saja panas, apalagi kitorang yang di Surabaya. Baru 4 hari terakhir ada hujan sikit-sikit, lumayan buat usir itu panas teriak.
Beta sendiri tiap minggu selalu naik ke pegunungan, di desa-desa terpencil, buat mencari angin, udara sejuk, dan sedikit santai. Surabaya panasnya minta ampun, Risma.
Titip salam buat Risma pu anak yang so pasti lucu setengah mati. Tuhan Allah kasih berkat ya!!!