Friday, April 17, 2009

Apa Kata Orang Tentang Caleg?


Menjadi politikus di zaman sekarang ini ternyata tidak lagi dianggap ‘sementereng’ dulu. Aku masih ingat, ketika zaman Orde Baru dulu, mereka-mereka yang mengajukan diri menjadi calon legislatif pastilah dianggap sebagai orang-orang yang pintar/berpendidikan, berpengalaman politik, punya jaringan yang luas dan yang pastinya bermodal besar. Terbatasnya jumlah orang yang bisa masuk ke kategori ini, menjadikan kesempatan untuk bisa menjadi caleg pada masa itu bisa dibilang cukup eksklusif.

Tapi, sekarang image seperti itu sudah berubah. Sepertinya sudah tidak ada lagi kebanggaan ketika mengajukan diri sebagai wakil rakyat . Karena siapa pun bisa mengajukan diri. Siapapun! Cukup dengan modal percaya diri. Modal bisa didapat dari hutang, soal latar belakang pendidikan kan tidak ditentukan dalam peraturan, jaringan pun cukup seadanya.

Aku tidak bermaksud mengecilkan atau menyepelekan para caleg yang terhormat ini. Sekali lagi sama sekali tidak ada unsur SARA ataupun menghakimi. Siapakah saya ini sehingga bisa menghakimi sesama manusia? Itu hanya hak Tuhan Yang Maha Besar semata.

Tapi, dalam pandangan saya sebagai orang awam ini. Tidak semua orang di negara ini memiliki talenta untuk bisa menjadi wakil rakyat.
Saya ingin menceritakan sebuah pengalaman.
Saya mengenal seorang tukang becak yang mengajukan diri untuk ikut menjadi caleg DPRD. Ketika ditanya apa yang menjadi latar belakangnya, jawabnya singkat saja. Ingin memajukan kehidupan para tukang becak! Dan pendidikan terakhirnya adalah STM.
Saya juga pernah melihat di televisi, ada tukang rumput yang juga mengajukan diri menjadi caleg. Alasannya kurang lebih sama, untuk memajukan kehidupan para tukang rumput! Sementara pendidikan terakhirnya adalah SD. Memangnya tugas sebagai anggota legislatif hanya sesederhana dulu? Kalau begitu, bagaimana dengan profesi lain yang kebetulan tidak memiliki caleg? Profesi sebagai ibu rumah tangga seperti saya ini misalnya. Apakah image menjadi anggota legislatif itu begitu sempit?

Yang paling baru, sekarang banyak sekali ’orang-orang muda’ yang menawarkan diri sebagai caleg juga. Pengertian orang-orang muda dalam hal ini adalah secara harafiah. Dia baru saja tamat SMA! Menganggur setahun karena gagal SPMB. Kebetulan ayahnya adalah pegawai di Pemkot. Maka dia pun mendapat sokongan untuk bisa maju menjadi caleg. Karena ayahnya masih mempunyai modal besar dan koneksi yang luas. Padahal, ’orang muda’ ini dikenal sebagai pribadi yang suka ’clubbing’ dan berhura-hura. Mengapa orang-orang seperti ini yang mengajukan diri untuk bisa membawa suara-ku di pemerintahan?

Sekali lagi, ini bukan tentang menghakimi. Tapi, siapapun bisa melihat apa yang akan terjadi, bila orang-orang yang tidak kompeten ikut serta dalam ”PERANG” ini! Disebut perang, karena kalau kalah akibatnya sangat besar. Ini bukan hanya tentang lulus atau kalah ketika interview mencari pekerjaan. Yang paling utama, ini adalah perang yang MAHAL! Kalau memang sudah kaya dari sononya, mungkin tidak akan terlalu sedih kehilangan beberapa pundi-pundi uangnya. Tapi, bagaimana dengan mereka yang hanya bermodal percaya diri? Modal hasil pinjaman? Sudah habis-habisan eh, tenyata kalah. Maka sekarang banyak sekali berita tentang mantan caleg yang stroke bahkan gila karena kalah sementara sudah terlilit hutang ratusan juta rupiah. Ini adalah perang yang membutuhkan ketahanan mental tinggi, selain ketahanan kantong tentunya. Jadi sudah seharusnyalah para caleg ini mengingat kata-kata bijak: "Berusahalah demi hasil yang terbaik, tapi bersiaplah juga untuk hasil yang terburuk." Jadi jangan langsung berpikir tentang menang saja, persiapkan juga mental kalau nanti seandainya kalah!

Saya akhiri tulisan ini dengan sebuah kisah yang dialami langsung oleh anak seorang mantan caleg. Ayahnya mengajukan diri untuk menjadi caleg DPRD. Tapi, tampaknya anak yang masih bersekolah di SD ini tidak merasa bangga dengan niat ayahnya itu. Sebaliknya dia merasa malu dan tertekan. Karena di sekolah, teman-temannya selalu mengolok-oloknya dengan mengatakan:
”Hei, bapakmu ikut jadi caleg kan? Berarti bapakmu calon orang gila!”

Hmmm...

1 comment:

  1. Caleg gila, yang bener2 gila, su cukup banyak di Jawa. Dorang pu tingkah laku aneh2, maklum stres berat, doi su habis buat suap sana-sini, kampanye en segala macam. Kita doakan semoga caleg2 gila itu lekas sembuh sehingga pemilu depan maju lagi.. en gila lagi.. hehehe...

    Beta su lama bahas kasus caleg, sistem politik, sistem pemilu, di Indonesia Raya yang memang masih jauh dari sempurna. Partai terlalu banyak, politisi brengsek, begitu banyak orang nekat. Dan itu kegilaan kitorang bisa lihat di mana2 to, Risma.

    Beta juga lihat banyak caleg yang waras, doi banyak, makan sekolah tinggi, tapi tenggelam oleh ribuan caleg oportunis yang aneh2 itu.

    Dulu, zaman Orde Baru, juga ada caleg gila tapi tra banyak macam sekarang. Orba itu orde yang gila karena tra ada kompetisi politik yang terbuka. Sistem politiknya gila karena Pak Harti mahakuasa. Jangan lupa itu!

    Golkar, Pak Harto bilang, bukan partai tapi punya cabang, ranting di kampung2, punya karakterdes en macam2 lagi. PPP dan PDI dulu hanya pajangan, dia pu ketua en pengurus harus minta restu pemerintah dulu. Pemerintah bilang dia orang itu pembina politik. Golkar dijamin menang di atas 70 persen, PPP en PPP hanya pelengkap penderita saja.

    Orde Baru pu sistem itu juga sangat gila karena dia orang pake nama DEMOKRASI PANCASILA. Mana ada demokrasi pake embel2 to???

    Kesimpulan: setiap zaman itu selalu ada kegilaan2, caleg gila, politisi gila, orang gila... Tapi dia pu bentuk kegilaan itu laene. Sekian dulu beta pu komentar.

    ReplyDelete

Visit my other blogs:
Mommy Mayonnaise
Mirror On The Wall
Cerita Film

Spamming and insulting comments are not allowed and will be deleted for sure. Thanks for sharing your opinions.

Shelfari: Book reviews on your book blog
Blog Widget by LinkWithin
 

~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff