Friday, May 29, 2009

Penangkaran Buaya, Asam Kumbang


Buaya ternyata lebih menyeramkan kalau dilihat langsung daripada ditonton di Chanel Animal Planet ya. Di daerah Asam Kumbang, Medan, ada sebuah penangkaran buaya milik sebuah keluarga Tionghoa. Penangkaran buaya ini sudah ada sejak tahun 1959 dan masih tetap dikelola secara turun temurun hingga sekarang. Penangkaran ini adalah properti pribadi namun mereka memberikan kesempatan bagi siapapun yang ingin melihat buaya-buaya peliharaan mereka, dengan hanya membayar tiket 15 ribu rupiah perorang.

Di dalam kompleks penangkaran ini, terdapat sekitar sepuluh kolam dari batu yang dibuat berdinding lumayam tinggi (setinggi dada orang dewasa) yang di dalamnya terdapat berbagai buaya yang dikelompokkan berdasarkan usianya. Di pintu masuk, yang pertama kali terlihat adalah sebuah kolam yang agak besar berisi seekor buaya berusia 34 tahun! Ukurannya besar sekali! Sepertinya perutnya bisa menampung tubuh manusia dewasa dalam keadaan utuh. Buaya ini sepertinya adalah buaya tertua disana. Lebih banyak berbaring diam sambil sesekali membuka matanya yang besar dan kuning itu dengan bermalas-malasan. Aku memang baru sekali ini melihat buaya secara langsung. Sepuluh tahun lebih aku tinggal di kota ini, belum pernah sekalipun aku mengunjungi lokasi penangkaran ini. Jadi, aku agak ngeri juga melihat buaya sebesar itu dalam jarak dekat.
Kolam-kolam yang lain berisi sekitar 10-15 ekor buaya. Ketika kami datang sekitar pukul 10 pagi, buaya-buaya itu berjemur sambil menumpukkan diri satu dengan yang lainnya. Beberapa diantara mereka menutup mata, namun tidak sedikit juga yang membuka mata dan memandang pengunjung yang dengan mata kuning mereka. Mereka tidak perlu bergerak untuk mengintimidasi korbannya. Benar-benar predator sejati.

Di penangkaran ini juga disediakan kolam rawa buatan, tempat beberapa buaya dewasa. Menurut papan keterangan yang tertempel di pohon, salah satu buaya disana ada yang berumur 50 tahun! Tapi karena kebanyakan buaya-buaya di kolam rawa ini lebih senang merendam diri sampai sebatas kepala, jadi kami tidak bisa menebak, yang mana yang berumur 50 tahun. Yang pasti, ukurannya akan jauh lebih besar daripada yang berumur 34 tahun tadi ya.

Seorang pawang buaya membersihkan anak-anak buaya dengan panjang seperti lengan orang dewasa, di dalam beberapa ember bulat, dengan menggunakan cairan seperti sabun. Dan anak-anak buaya ini memang lumayan kotor. Jadi air bekas ’mandinya’ juga benar-benar kotor!
Sementara buaya-buaya yang sudah besar, tidak dibersihkan secara manual. Cukup dengan mengalirkan air menggunakan pipa-pipa sedang ke setiap kolam, maka aliran air yang baru akan mendorong air kotor ke parit pembuangan.
Sayangnya, kami tidak bisa melihat ketika buaya-buaya itu diberi makan. Jadwal makannya sekitar pukul 16.30 Wib setiap harinya, sementara kami datang jam 9 pagi. Jadi, cuma bisa melihat proses pembersihan mereka saja.

6 comments:

  1. Hiiiii....saya paling takut dengan reptil, yang besar yang kecil sama sajaaa! Hebat ya Risma berani datang ke sini.

    Oiya...ini buaya2 dipelihara untuk diambil apanya? Kulitnya? dagingnya? Gleg....makin ngeri membayangkannya...

    Bagaimana menebak umur buaya? Kalau orang, bisa ditebak dari kepalanya (dan wajahnya), bisa ketahuan umurnya ya, asal tidak pakai botox....hehe. Kan ada uban dan keriput. Kalau buaya....mungkin musti dihitung jumlah pola unik dipunggungnya ya! hehe...

    ReplyDelete
  2. Tetap aja, mbak. Ngeri juga. Saya cuma berani lihat dari jauh. Ambil fotonya juga sering pake zoom aja. Hehe...
    Tapi kolamnya aman kok, mbak. Karena tinggi dindingnya seukuran dada orang dewasa. Jadi, kalau mau lihat juga harus agak berjinjit gitu (apalagi saya yang tidak tinggi ini. Hehehe)

    Asal jangan menjulurkan tangan saja. Karena mungkin buayanya bisa bergerak cepat untuk menangkap.

    Infonya, kulit-kulit buaya ini untuk komoditi ekspor. Bahkan ada yang langsung ke tangan designer, untuk dijadikan tas, sepatu ataupun ikat pinggang.

    Setiap kolam buaya ada papan penanda tempat menuliskan umur setiap buaya. Makanya saya tahu umur buayanya berapa. Bukan dari uban kok. Saya ketawa nih lihat komentar mbak, sambil membayangkan buayanya memakai botox. Hahahahaha..

    Kapan-kapan datang ke Medan, jangan lupa lihat penangkaran ini, mbak. Karena banyak pengunjung luar kota yang menyempatkan diri kesini loh ^_^

    ReplyDelete
  3. Cerita ini bagus banget. Saya pernah lihat di TV si pemiliknya mengaku mulai kesulitan mendanai proyek penangkaran buaya karena ini dan itu. Tapi bagaimanapun juga usaha ini layak diapresiasi.

    Sejak dulu, sampai sekarang, saya paling suka acara Flora dan Fauna di TV, khususnya bintang-binatang buas, binatang eksotik, langka, termasuk buaya. Saya selalu kagum sama pawang-pawang yang begitu digdaya. Program TV tentang binatang dan tanaman lebih enak dilihat daripada gosip artis.

    Persoalan penting saat ini: bagaimana menangkar dan menjinakkan buaya-buaya darat? Hehehe....

    ReplyDelete
  4. buaya darat ditangkarkan,,,, hmmmm....

    ReplyDelete
  5. Waduh..Mpok postingannya angker nih..hehehe..btw anak saye memang suka ama binatang Mpok sayang jauh di Medan kalo di jakarta ane datengin Mpok..?

    ReplyDelete

Visit my other blogs:
Mommy Mayonnaise
Mirror On The Wall
Cerita Film

Spamming and insulting comments are not allowed and will be deleted for sure. Thanks for sharing your opinions.

Shelfari: Book reviews on your book blog
Blog Widget by LinkWithin
 

~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff