Beberapa bulan yang lalu, aku sempat belajar nyetir mobil. Tutornya? Tentu saja suamiku tercinta. Hehehe.. Berhubung rumah kami berada di kompleks yang 'tidak ramah angkot' jadi susah kalau tidak bisa nyetir mobil. Nggak bisa kemana-mana. Mau nyetop angkot, tempatnya jauh.
Jadi, rencananya kalau aku sudah bisa nyetir sendiri, akses keluar rumah kan jadi lebih lancar karena tidak terlalu tergantung lagi sama suami. Biarpun sebenarnya aku nggak terlalu percaya diri untuk bisa menyetir mobil sendiri. Belum apa-apa aku sudah grogi duluan, takut nabrak.
Dan yah saudara-saudara, suamiku ternyata tidak bisa diharapkan menjadi tutor mengemudi yang baik. Sepanjang jalan tahunya maraaahhh melulu 'hati-hati'; 'awas ada mobil parkir'; 'gasnya jangan terlalu dalam'; 'klosnya jangan dilepas'; 'ganti persneling'; 'jalannya jangan terlalu ke tengah'; 'jangan ngerem mendadak'; dsb. Saking banyaknya, nggak bisa kutulis semua Alhasil, rasa pe-de ku yang sebenarnya 'ajrut-ajrutan' tadi malah semakin hancur. Gimana bisa konsen mengkoordinasikan mata ke depan sambil selalu memperhatikan kaca spion dengan kaki di pedal gas atau rem dan tangan kiri di persneling, kalau kupingku penuh dengan omelan? Akhirnya, ya salah melulu. Pusyiing dan kesal.
Kadang-kadang aku suka iri melihat ibu-ibu lain (bahkan anak remaja) yang sudah mahir nyetir mobil. Kok aku nggak bisa ya? Hehehe..
Tapi, ternyata jalanan juga bukanlah tempat yang ramah untuk perempuan yang membawa mobil sendiri. Bahkan untuk yang sudah mahir sekalipun. Karena kalau ada hambatan yang muncul di jalan, misalnya macet karena laju mobil yang lamban, atau karena proses memarkir mobil yang terlalu lama, pasti muncul komentar seperti ini: "Pantas, yang nyetir cewek sih.."
Sampai segitunya, yah
Begitu parahkah cara menyetir perempuan di mata para lelaki itu? Padahal, kalau yang buat kesalahan itu laki-laki, tidak ada komentar: 'Pantas, yang nyetir cowok sih'
Paling cuma diteriaki: 'Tolol!'
Ini membuat aku jadi ragu-ragu kalau mau nyetir mobil sendiri.
Kalaupun misalnya aku sudah mahir nanti, belum tentu aku siap untuk turun ke jalanan kota Medan yang semrawut ini. Dimana angkot dengan seenak udelnya berhenti dimanapun dia suka. Mendadak lagi! Atau pengendara motor yang suka menyelip kesana-sini. Belum lagi mereka yang suka nyetir ugal-ugalan di tengah kota dan menerobos lampu merah.
Sampai-sampai ada istilah: 'Kalau sudah lulus nyetir mobil di Medan, maka lebih gampang lagi kalau nyetir mobil di Jakarta' saking semrawutnya jalanan disini.
Lagipula, aku ini tipe orang yang mudah panik. Seandainya saja, tiba-tiba mobil yang kubawa sendiri mogok di tengah jalan, lalu semua orang mulai membunyikan klakson keras-keras dengan tidak sabar. Hampir bisa dipastikan, kalau aku bakal semakin panik dan mungkin bisa jadi lupa cara memutar kunci kontak dan akan butuh lebih banyak waktu lagi untuk menyalakan mobil. Dan ketika itu aku pasti akan mendengar langsung komentar "Pantas, yang nyetir perempuan!" itu diarahkan padaku. Sedih, malu, dan marah pasti bakal membuat wajahku merah padam! Perempuan oh perempuan.
Mungkin memang sebaiknya aku naik taxi aja ya. Kalau misalnya ada kebutuhan mendesak dan suami nggak bisa ngantar. Karena sepertinya aku belum siap untuk menyetir mobil di jalan umum (kalau misalnya sudah bisa, lho), karena aku pasti akan melakukan kesalahan beberapa kali. Dan aku belum siap dikomentari "DASAR PEREMPUAN!!" karena dianggap tidak becus menyetir mobil.
Jadi, rencananya kalau aku sudah bisa nyetir sendiri, akses keluar rumah kan jadi lebih lancar karena tidak terlalu tergantung lagi sama suami. Biarpun sebenarnya aku nggak terlalu percaya diri untuk bisa menyetir mobil sendiri. Belum apa-apa aku sudah grogi duluan, takut nabrak.
Dan yah saudara-saudara, suamiku ternyata tidak bisa diharapkan menjadi tutor mengemudi yang baik. Sepanjang jalan tahunya maraaahhh melulu 'hati-hati'; 'awas ada mobil parkir'; 'gasnya jangan terlalu dalam'; 'klosnya jangan dilepas'; 'ganti persneling'; 'jalannya jangan terlalu ke tengah'; 'jangan ngerem mendadak'; dsb. Saking banyaknya, nggak bisa kutulis semua Alhasil, rasa pe-de ku yang sebenarnya 'ajrut-ajrutan' tadi malah semakin hancur. Gimana bisa konsen mengkoordinasikan mata ke depan sambil selalu memperhatikan kaca spion dengan kaki di pedal gas atau rem dan tangan kiri di persneling, kalau kupingku penuh dengan omelan? Akhirnya, ya salah melulu. Pusyiing dan kesal.
Kadang-kadang aku suka iri melihat ibu-ibu lain (bahkan anak remaja) yang sudah mahir nyetir mobil. Kok aku nggak bisa ya? Hehehe..
Tapi, ternyata jalanan juga bukanlah tempat yang ramah untuk perempuan yang membawa mobil sendiri. Bahkan untuk yang sudah mahir sekalipun. Karena kalau ada hambatan yang muncul di jalan, misalnya macet karena laju mobil yang lamban, atau karena proses memarkir mobil yang terlalu lama, pasti muncul komentar seperti ini: "Pantas, yang nyetir cewek sih.."
Sampai segitunya, yah
Begitu parahkah cara menyetir perempuan di mata para lelaki itu? Padahal, kalau yang buat kesalahan itu laki-laki, tidak ada komentar: 'Pantas, yang nyetir cowok sih'
Paling cuma diteriaki: 'Tolol!'
Ini membuat aku jadi ragu-ragu kalau mau nyetir mobil sendiri.
Kalaupun misalnya aku sudah mahir nanti, belum tentu aku siap untuk turun ke jalanan kota Medan yang semrawut ini. Dimana angkot dengan seenak udelnya berhenti dimanapun dia suka. Mendadak lagi! Atau pengendara motor yang suka menyelip kesana-sini. Belum lagi mereka yang suka nyetir ugal-ugalan di tengah kota dan menerobos lampu merah.
Sampai-sampai ada istilah: 'Kalau sudah lulus nyetir mobil di Medan, maka lebih gampang lagi kalau nyetir mobil di Jakarta' saking semrawutnya jalanan disini.
Lagipula, aku ini tipe orang yang mudah panik. Seandainya saja, tiba-tiba mobil yang kubawa sendiri mogok di tengah jalan, lalu semua orang mulai membunyikan klakson keras-keras dengan tidak sabar. Hampir bisa dipastikan, kalau aku bakal semakin panik dan mungkin bisa jadi lupa cara memutar kunci kontak dan akan butuh lebih banyak waktu lagi untuk menyalakan mobil. Dan ketika itu aku pasti akan mendengar langsung komentar "Pantas, yang nyetir perempuan!" itu diarahkan padaku. Sedih, malu, dan marah pasti bakal membuat wajahku merah padam! Perempuan oh perempuan.
Mungkin memang sebaiknya aku naik taxi aja ya. Kalau misalnya ada kebutuhan mendesak dan suami nggak bisa ngantar. Karena sepertinya aku belum siap untuk menyetir mobil di jalan umum (kalau misalnya sudah bisa, lho), karena aku pasti akan melakukan kesalahan beberapa kali. Dan aku belum siap dikomentari "DASAR PEREMPUAN!!" karena dianggap tidak becus menyetir mobil.
Risma,
ReplyDeleteKita di sini punya pendapat, kalau orang SIngapura sudah berani menyetir di Jakarta...baru bisa mengaku mahir menyetir namanya! haha
Saya kapok naik taksi di sini, karena kepala pusing dan saya merasa mual tiap kalinya. Pak supir tidak 'smooth' mengganti kopling... yang ada mobil ndut-ndutan! haalaaah. Sebabnya mungkin krn belajar menyetir mobilitu tidak murah di sini. MEngambil ujian pun susah lulusnya. Jadi tidak banyak waktu berlatih...cuma habis di teori saja. Hasilnya...ya kalau menyetir masih 'by the book' sekali...ndut-ndutan....dan cepat panik! haha
Dulu sekali saya belajar menyetir tidak banyak teori...tapi langsung disuruh membawa mobil oleh ayah di jalan raya!!! Aduuuh... Keringatan dan panik, tapi ya sudah sekian saja, lama2 juga biasa kok :D
Memang salah satu kendala tinggal di Indonesia itu akses dan transportasi ya. Di rumah ibu saya di Depok pun begitu. Sejak tinggal di sini, saya sudah tidak pernah pegang setir lagi, karena transprtasi umum di sini baik.
Mungkin nanti kalau anak saya sudah lebih besar, dan saya harus antar2 ke sekolah, kursus dll...nah itu lain ceritanya.
Ohya...kalau ada yang menyoraki "Dasar perempuan" soraki balik saja!! atau beri isyarat tangan...oops tidak baik ya? haha
Huhuhu.. Iya ni, mbak. Saya udah give up. Belajar mobilnya ntar-ntar aja. Langsung ke tempat kursus mobil. Saya pikir, toh Asha baru umur 1 thn 10 bln kok. Sekolahnya masih lama. Hehehe. Kalo nggak, sekalian ntar nyari sekolah yang ada fasilitas antar jemputnya. Ngeri juga ngadepin orang di jalan raya, mbak. Apalagi para sopir angkot. Kalau ketemu duel (lagi jalan kaki) mah, saya bukan cuma nunjukin jari (tengah :P ) tangan aja. Saya bakal tunjukin cakar sama gigi taring sekalian.. Hehehe..
ReplyDeleteJusteru karena kamu perempuan berani aja, Friend. Kalau salah pengemudi lain akan PENGERTIAN dan malah mendahulukan.
ReplyDeleteAlah bisa karena biasa. Menyetir mobil sih begitu.
Aku pun masih belum mantab bawa mobil di medan.. pernah sekali aku menabrak orangtua bersepeda..harus keluar duit buat biaya kusut. Tetapi itu gak buat nyaliku ciut. Aku sudah mulai berani di jalan besar. Paling pusing kalo udah masuk Mal dan parkir. weleh mimpi buruk dimulai.heheh.
Bagus2 sekali tulisannya..
ReplyDeleteSaya belum berani nyetir...
Salam kenal ya kak. Horas bah
Semoga jadi berkat bagi yang membacanya. Gbu