Sekarang, aku mau bercerita untuk satu hal yang pernah kuamati langsung. Yaitu, permasalahan obesitas pada seorang gadis yang sedang beranjak remaja. Kita sebut saja namanya Aura. Memang, untuk kategori anak seusianya, Aura termasuk gendut dan bongsor. Tak heran, nafsu makannya memang besar. Dia bisa makan lebih dari 5x sehari kalau ibunya memasak menu favoritnya.
Kalau diperhatikan lebih jauh, Aura cenderung introvert dan kurang pergaulan. Kalau bicara pun hanya sepatah-sepatah dan tidak jelas. Menyadari kalau masalah kelebihan berat badannya itulah yang membuatnya seperti itu, ibunya memaksa Aura untuk mengikuti program diet yang lumayan ketat, padahal dia baru kelas 6 SD.
Aku merasa kasihan pada Aura dan kurang setuju dengan program diet ketat dari si ibu. Anak seumur Aura sedang aktif-aktifnya berkegiatan dan sedang sibuk-sibuknya di sekolah. Seharusnya, dia malah harus berusaha agar asupan makanan dan gizi ke tubuhnya seimbang dengan banyaknya energi yang harus dikeluarkan. Pastinya harus makan yang teratur tiga kali sehari dengan lauk pauk lengkap. Ini kok malah dilarang makan? Gimana kalau nanti dia kena sakit maag karena hanya makan dua kali sehari dan tanpa susu? Gimana kalau nanti dia pingsan di sekolah karena kekurangan tenaga? Gimana kalau dia jadi kurang konsentrasi belajar karena perutnya lapar?
Orang tua memang banyak maunya. Dulu, waktu bayi, si anak ‘dipaksa’ makan banyak dan minum susu berkali-kali dalam sehari (melebihi takaran yang dianjurkan di kemasannya) biar terlihat gendut. Kenapa? Karena bayi yang gendut identik dengan menggemaskan. Kadang, si bayi/balita sampai terlihat sesak napas atau sering gumoh saking kenyangnya. Biasanya bayi yang kelebihan berat badan juga jadi malas bergerak alias kurang aktif. Dan dia terbiasa memakan apapun, kapanpun dia mau dengan porsi yang tidak terbatas.
Tapi, kenapa begitu perut si bayi terbiasa menerima makanan dalam porsi besar dan dalam waktu yang cukup lama, lalu si ibu tiba-tiba memaksa mengubah kebiasaan itu sesudah dia beranjak remaja?
Penelitian medis menyatakan kalau bayi yang kelebihan berat badan, kemungkin besar akan mengalami obesitas di masa dewasa. Anak seperti Aura, yang sudah terbiasa makan dalam porsi besar sejak kecil, pastinya akan cukup sulit untuk melepaskan kebiasaannya itu. Padahal, di masa sekarang, remaja bisa bertingkah laku cukup kejam terhadap rekan-rekannya remaja yang lain. Tidak segan-segan mengejek dan mengintimidasi siapa-siapa yang mereka anggap aneh dan tidak gaul. Dan obesitas adalah salah satu bahan ejekan yang tidak pernah habis dimakan waktu.
Aura yang sudah tidak percaya diri dengan berat badannya, masih harus bergumul lagi dengan ejekan teman-temannya di sekolah. Di rumah, masih harus berhadapan dengan omelan ibunya tentang pengaturan dietnya. Alhasil, dia tumbuh sebagai anak yang introvert dan tidak percaya diri. Dia merasa ada yang salah dengan tubuhnya dan dengan dirinya.
Sekarang, sudah tidak trend lagi memiliki anak yang terlalu gendut. Anak seharusnya dibiasakan dengan berat tubuh yang proporsional dan ideal sesuai usianya. Jadi, sewaktu dia beranjak dewasa, dia tidak harus menghadapi masalah obesitas seperti ini. Pola makannya juga harus diatur agar tidak berlebihan. Anak yang gendut itu belum tentu sehat. Tapi anak yang berat badannya proporsional sudah pasti lebih sehat dan lebih aktif.
Menurutku, berhentilah menggemukkan bayi kalau nantinya akan menyesal karena punya anak remaja yang kelebihan berat badan.. Membiasakan pola makan yang sehat dan tidak berlebihan seharusnya dilakukan sedini mungkin. Sehingga berat tubuh anak bisa dikontrol dengan baik dan di masa remajanya, dia tidak harus berhadapan dengan masalah berat badan. Kalaupun ternyata anak menjadi gendut karena satu dan lain hal, janganlah terlalu memaksakan program diet ketat ketika umurnya masih terlalu muda. Karena diet bukan melulu tentang mengurangi makanan, tapi juga tentang niat yang teguh dari pelaksananya. Dan anak umumnya masih belum memahami niat itu.
PS: Kalau melihat bayi yang gendut menggemaskan, reaksiku ada dua:
A: Aduh, gendutnya kau, nak. Aku jadi pengen mencubit pipimu…
B: Jangan terlalu gendut, nak. Kalau nanti remaja kau masih gendut juga, pasti akan jadi bulan-bulanan kawan-kawanmu…
Kalau diperhatikan lebih jauh, Aura cenderung introvert dan kurang pergaulan. Kalau bicara pun hanya sepatah-sepatah dan tidak jelas. Menyadari kalau masalah kelebihan berat badannya itulah yang membuatnya seperti itu, ibunya memaksa Aura untuk mengikuti program diet yang lumayan ketat, padahal dia baru kelas 6 SD.
Ibunya dengan terbuka dan bangga mengatakan kalau anaknya itu memang sedang mengikuti program diet, bahkan sampai ke dokter segala, biar berat badan Aura turun dengan cepat. Awalnya sih berhasil, Aura terlihat lebih langsing. Tapi dia dilarang makan apapun di luar jam makannya yang hanya dua kali sehari. Apalagi minum susu? Jangan coba-coba. Tapi kelangsingan itu hanya bertahan sebentar. Beberapa bulan kemudian, Aura kembali terlihat gendut seperti dulu. Ibunya beralasan kalau Aura ternyata tidak bisa menahan nafsu makannya. Meskipun dilarang, dia sering makan dengan sembunyi-sembunyi. Akhirnya, program diet nya gagal total!
Aku merasa kasihan pada Aura dan kurang setuju dengan program diet ketat dari si ibu. Anak seumur Aura sedang aktif-aktifnya berkegiatan dan sedang sibuk-sibuknya di sekolah. Seharusnya, dia malah harus berusaha agar asupan makanan dan gizi ke tubuhnya seimbang dengan banyaknya energi yang harus dikeluarkan. Pastinya harus makan yang teratur tiga kali sehari dengan lauk pauk lengkap. Ini kok malah dilarang makan? Gimana kalau nanti dia kena sakit maag karena hanya makan dua kali sehari dan tanpa susu? Gimana kalau nanti dia pingsan di sekolah karena kekurangan tenaga? Gimana kalau dia jadi kurang konsentrasi belajar karena perutnya lapar?
Orang tua memang banyak maunya. Dulu, waktu bayi, si anak ‘dipaksa’ makan banyak dan minum susu berkali-kali dalam sehari (melebihi takaran yang dianjurkan di kemasannya) biar terlihat gendut. Kenapa? Karena bayi yang gendut identik dengan menggemaskan. Kadang, si bayi/balita sampai terlihat sesak napas atau sering gumoh saking kenyangnya. Biasanya bayi yang kelebihan berat badan juga jadi malas bergerak alias kurang aktif. Dan dia terbiasa memakan apapun, kapanpun dia mau dengan porsi yang tidak terbatas.
Tapi, kenapa begitu perut si bayi terbiasa menerima makanan dalam porsi besar dan dalam waktu yang cukup lama, lalu si ibu tiba-tiba memaksa mengubah kebiasaan itu sesudah dia beranjak remaja?
Penelitian medis menyatakan kalau bayi yang kelebihan berat badan, kemungkin besar akan mengalami obesitas di masa dewasa. Anak seperti Aura, yang sudah terbiasa makan dalam porsi besar sejak kecil, pastinya akan cukup sulit untuk melepaskan kebiasaannya itu. Padahal, di masa sekarang, remaja bisa bertingkah laku cukup kejam terhadap rekan-rekannya remaja yang lain. Tidak segan-segan mengejek dan mengintimidasi siapa-siapa yang mereka anggap aneh dan tidak gaul. Dan obesitas adalah salah satu bahan ejekan yang tidak pernah habis dimakan waktu.
Aura yang sudah tidak percaya diri dengan berat badannya, masih harus bergumul lagi dengan ejekan teman-temannya di sekolah. Di rumah, masih harus berhadapan dengan omelan ibunya tentang pengaturan dietnya. Alhasil, dia tumbuh sebagai anak yang introvert dan tidak percaya diri. Dia merasa ada yang salah dengan tubuhnya dan dengan dirinya.
Kenapa tidak dari awal saja orang tuanya menjaga agar anak-anak seperti Aura tidak mengalami obesitas ya?
Sekarang, sudah tidak trend lagi memiliki anak yang terlalu gendut. Anak seharusnya dibiasakan dengan berat tubuh yang proporsional dan ideal sesuai usianya. Jadi, sewaktu dia beranjak dewasa, dia tidak harus menghadapi masalah obesitas seperti ini. Pola makannya juga harus diatur agar tidak berlebihan. Anak yang gendut itu belum tentu sehat. Tapi anak yang berat badannya proporsional sudah pasti lebih sehat dan lebih aktif.
Menurutku, berhentilah menggemukkan bayi kalau nantinya akan menyesal karena punya anak remaja yang kelebihan berat badan.. Membiasakan pola makan yang sehat dan tidak berlebihan seharusnya dilakukan sedini mungkin. Sehingga berat tubuh anak bisa dikontrol dengan baik dan di masa remajanya, dia tidak harus berhadapan dengan masalah berat badan. Kalaupun ternyata anak menjadi gendut karena satu dan lain hal, janganlah terlalu memaksakan program diet ketat ketika umurnya masih terlalu muda. Karena diet bukan melulu tentang mengurangi makanan, tapi juga tentang niat yang teguh dari pelaksananya. Dan anak umumnya masih belum memahami niat itu.
PS: Kalau melihat bayi yang gendut menggemaskan, reaksiku ada dua:
A: Aduh, gendutnya kau, nak. Aku jadi pengen mencubit pipimu…
B: Jangan terlalu gendut, nak. Kalau nanti remaja kau masih gendut juga, pasti akan jadi bulan-bulanan kawan-kawanmu…
setuju jeng...gw kalo ngeliat anak yg tambun pengennya nyubit pipinya ajah...untung adis gak obesitas...
ReplyDeletesetuju , gemuk belum tentu sehat kan
ReplyDeleteinfo bagus buat ibu yang punya balita, kalo masih kecil gemuk emang LUCU tapi kalo dah gede gemuk, kasian tuh... jadi nampak CULU...
ReplyDelete