Thursday, August 13, 2009

Menantikan Pasar Tradisional Yang Bersih

Katanya, para pedagang kecil di pasar tradisional kita mulai merasa makin tergusur dengan kehadiran supermarket-supermarket besar yang notabene menjual produk yang sama dengan mereka. Para pedagang ini menuntut pemerintah agar lebih memperhatikan nasib pedangang-pedagang dengan modal pas-pasan seperti mereka. Bahkan ada beberapa LSM yang meminta pemerintah melarang masuknya ”pedagang-pedagang besar kelas dunia” ke Indonesia, mengikuti jejak Carrefour, Hypermart, Giant dan sejenisnya. Karena ”pedagang-pedagang besar” inilah yang telah ”merebut” mata pencaharian mereka. Hmm..coba kita analisa sejenak.

Memang kondisi pedagang-pedagang kecil sekarang makin susah. Banyak pasar-pasar tradisional tempat mereka berjualan tergusur. Tak jarang mereka sampai harus melarikan diri kesana-kemari, atau bahkan melawan aparat pamong praja yang berusaha menggusur mereka. Makna menggusur jadi diperhalus dengan istilah ”menertibkan”. Dengan alasan, mereka sudah diberi tempat lain untuk menjual dagangannya.

Tapi kebanyakan pedagang itu menolak untuk pindah ke tempat baru yang diberikan kepada mereka, karena mereka merasa tempat itu kurang strategis untuk berjualan. Banyak pembeli yang enggan untuk belanja kesana dengan berbagai alasan, biasanya karena tempat berjualannya kurang strategis. Sementara itu, ”pedagang-pedagang bermodal besar” itu mendapat tempat yang strategis di pusat kota, tempat mal-mal megah berdiri.

Kalau aku melihat hal ini dari sudut pandang seorang ibu rumah tangga, sepertinya aku lebih memilih untuk mengomentarinya dari segi perbedaan mendasar yang dimiliki kedua jenis pedagang ini saja daripada segi politik ataupun ekonominya. Karena hal paling penting yang menjadi dasar bagiku ketika memilih tempat untuk belanja kebutuhan sehari-hari adalah: KEBERSIHAN dan KEAMANAN tempat belanja itu sendiri.

Cukup sulit menemui pasar-pasar tradisional yang bersih dan aman di kota besar. Tak perlu melihat ke jauh-jauh tempat. Di Medan saja, pasar tradisionalnya bertaburan sampah, becek dan bau karena air cucian ikan, belum lagi harus ekstra waspada menjaga dompet agar tidak digondol copet. Aku yakin kalau ini adalah masalah terbesar yang dirasakan ibu-ibu ketika mempertimbangkan untuk belanja di pasar tradisional. Masalah harga? Perbedaan harga dagangan di pasar tradisional dengan pasar modern itu cuma beda sedikiiiittt.. Tidak sebanding dengan ”ketidak-nyamanan” yang harus dirasakan selama berbelanja.

Kalau berbelanja di pasar tradisional, yang pasti harus pintar tawar-menawar (sayangnya, aku kurang ahli dalam hal ini). Maka orang yang senang tawar-menawar sebelum berbelanja, pasti akan memilih pasar tradisional. Dengan alasan bahwa pasar modern sudah kehilangan ”jiwa” nya karena tidak ada proses tawar menawar. Tapi bagi orang yang kurang ahli dalam hal seperti itu, termasuk aku, harus hati-hati. Karena kalau tidak pintar menawar, maka harga jual yang diperoleh bisa lebih tinggi dari harga rata-rata. Jadi rugi toh?

Kemudian, kalau belanja di pasar tradisional, harus mempersiapkan alas kaki yang tepat. Jangan sembarang pakai sandal jepit, karena kalau alasnya licin, kita bisa tergelincir ketika melewati daerah becek yang dipenuhi air berbau got. Biasanya berasal dari pencucian ikan atau daging atau bahkan seafood. Lebih baik kalau pakai sepatu bot karet setinggi lutut, jadi akan aman dari percikan-percikan lumpur ini. Bagi mereka yang tidak suka pakai sepatu bot, bersiap-siaplah karena kaki akan dipenuhi cipratan lumpur bau dan terasa gatal

Hal yang lain adalah bersiap-siaplah menahan napas ketika melewati tumpukan sampah bau yang dikerubungi lalat hijau yang besar. Sampah-sampah ini biasanya adalah dagangan yang sudah tidak bagus kondisinya alias sudah busuk. Karena sudah tidak bisa dijual lagi, mau tidak mau ya harus dibuang. Dibuangnya juga di sembarangan tempat. Yang penting posisinya jauh dari lokasi berjualannya. Tidak perduli kalau tumpukan sampah itu akan mengeluarkan bau busuk dan memancing lalat hijau besar itu membawa serta gerombolannya. Sehabis mengerumuni sampah, lalat-lalat itu akan terbang lagi ke tumpukan ikan, udang, sayur, atau bahkan penganan-penganan kecil yang dijual pedagang-pedagang makanan di pasar. Mau?

Yang terakhir dan yang paling utama adalah, beredarnya copet-copet tak bertanggung jawab yang mengincar ibu-ibu yang sedang lengah. Kalau mendengar ada orang yang berteriak-teriak: ”Copet! Copet!” di tengah pasar tradisional, hampir biasa dianggap sebagai kejadian yang biasa. Gimana bisa belanja dengan tenang kalau sudah khawatir duluan?

Berbeda dengan pasar modern. Disana tidak ada lumpur yang berbau busuk dan membuat kaki jadi gatal. Tidak ada tumpukan sampah berbau busuk yang dikerubungi lalat-lalat hujau besar, sehingga secara otomatis dagangan yang dijual pun akan lebih higienis. Dan di pasar modern, hampir tidak ada copet. Ibu-ibu bisa memilih belanjaan dengan tenang, tanpa harus takut ada yang sedang mengincar-incar dompetnya.

Mungkin, pasar tradisional belum mampu meniru semua kenyamanan yang ditawarkan oleh pasar modern, seperti AC dan penerangan yang sangat memadai. Tapi pasar tradisional masih bisa meniru kebersihan tempat belanja yang ditawarkan oleh pasar modern. Jangan membuang sampah dagangan dengan sembarangan sampai berbau busuk. Jangan membuang air cucian sembarangan sampai menggenang dan jadi lumpur. Jangan menipu pembeli dengan memberikan harga yang terlalu mahal. Dan pengaturan lokasi pedagang di pasar tradisional harusnya diatur sedemikian rupa, sehingga pembeli belanja dalam suasana yang lega dan tempat berjalan yang longgar. Karena biasanya copet beraksi di tengah-tengah kerumunan orang berbelanja yang sedang berdesak-desakan di antara pedagang yang letaknya tak beraturan.

Sudah ada contoh pasar yang terjaga kebersihannya. Tapi masih banyak yang belum juga melaksanakannya. Jadi, jangan hanya bisa menyalahkan keberadaan pasar modern saja. Modernisasi tidak bisa dicegah apalagi dihalangi. Sama halnya dengan masuknya ”pedagang-pedagang bermodal besar” ke negeri kita ini. Karena pemerintah juga menarik keuntungan dari investasi mereka di Indonesia.

Kalau pasar tradisional tidak segera berbenah diri, maka sudah pasti mereka akan semakin tergusur dan kehilangan pelanggannya. Karena sekarang saja, banyak pedagang tradisional yang mengeluhkan berkurangnya pendapatan mereka, karena jumlah pembeli sudah semakin sedikit. Jadi, tunggu apa lagi? Berbenahlah..

13 comments:

  1. klo liat dari postingan mbak,,mbak juga lebi setuju ama pasar modern ya?
    aku juga..yah sayang nya banyak penjual yang ga mau pindah ke pasar modern..
    andai misalnya pemerintah mau memberikan perhatian lebih untuk pasar2 tradisional..mungkin pasar tradisional bisa seperti pasar modern..

    ReplyDelete
  2. Pasar tradisional di satu sisi adalah salah satu denyut jantung perekonomian rakyat kecil dan menengah. Di lain sisi terkendala tata ruang kota. Semoga ada solusi agar bisa dibenahi bersama.

    ReplyDelete
  3. Mba. di deket rumahku ada pasar tradisional yg ikut mengalami pengembangan kaya iklan layanan masyarakat contoh pasar tradisional modern di palembang itu lho...

    persis kaya gitu. Emg siy jd lebih nyaman dan tidak becek walopun teteup lah gak bs dibandingkan dgn pasar modern. tapi buat ibu2 yg hobi nawar kaya mami saya ya dia tetep seneng ke pasar kita yg udah dipugar itu. So sebetulnya solusi bagus dengan adanya pemugaran pasar... walopun pasar deket rumahku itu trik pemugarannya kurang simpatik... biasaaaa... dibuat kecelakaan kebakaran dulu.

    ReplyDelete
  4. pedagang pasar tradisional harus dilindungi oleh pemerintah. karena perekonomian mereka sangat bergantung dari aktivitas jual beli di pasar tradisional tersebut. jika pasarnya kotor, pembeli malas datang, lama kelamaan pedagangnya akan rugi.
    makanya pemerintah harus memfasilitasi dengan membuat pasar tradisional lebih bersih dan aman senyaman mal....
    salam...

    ReplyDelete
  5. Aku sendiri jarang bertandang ke pasar tradisional. Habis sudah dimanjakan dengan adanya warung-warung kecil yang menjual daging dan sayur di dekat rumah. Kadang pedagang sayur keliling juga lewat.

    Aku rada males ke ps trads soalnya harus nawar-nawar segala, kadang penawarannya ga masuk akal. Aku tuh maunya yang pasti-pasti aja, biar cepet selesai gitu loh ;p

    ReplyDelete
  6. rupanya dimana-mana sama ya mbak..kalo di dalam pasarnya sih bersih,,tapi nggak tahan yang dipinggir jalan itu loh.

    ReplyDelete
  7. jujur aja, aku dari yang dulunya suka ke pasar tradisional, malahan sekarang jadi seremmm kesana... padahal memang lebih murah, tapi berhubung banyak isu2 kesehatan yang diselewengkan, saya kok gak mau ambil resiko...

    yang sayur n daging dipakein formalinlah...yang biar awet pake obat..dsbnya...
    sekarang jadinya ke supermarket aja deh...
    mahal tapi terjamin...

    ReplyDelete
  8. Pasar tradisional harus tetap lestari!

    ReplyDelete
  9. Untuk mendukung ekonomi Kerakyatan maka kita harus rela dan bermurah hati untuk mendukung para pedagang tradisionil. Karena Umumnya Hypermart dan Mall dimodali oleh investor asing..Perasaan Nasionalis saya jadi bicara..heheh..

    ReplyDelete
  10. nungkn yang ebih berperan untuk meningkatkan pasar tradisional adalah pihak yang betkompeten....
    gimana bisa maju bila tiap saat digusur dengan alasan keindahan kota...

    ReplyDelete
  11. keberadaan pasar tradisional saat ini mulai terancam oleh adanya pasar modern,

    karena udah aman, bersih, tidak panas dll yang di miliki oleh pasar modern. sedangkan pasar tradisional masih tetep, bau, jorok, kotor, becek uhhhh....

    Tapi bagaimanapun pasar tradisional harus tetap ada dan lestari...

    ReplyDelete
  12. harusnya yang seperti itu bisa dijadikan objek wisata, yang meneriakkkan pada dunia... ini lohh Indonesia !!!

    ReplyDelete
  13. Anda melihat dari kacamata anda sebagai konsumen oke oke saja.dan mungkn jg aku setuju. tapi jika kita posisikan diri kita pada posisi pedagang pasar tradisional, pasti anda akan berubah statmen.analisis kembali kondisi pasar sejak sepuluh tahun terakhir dan lihat perbedaannya, berapa angka jumlah pedagang yg gulung tikar? dan ini dilihat dari berbagai aspek seperti kebijakan pemerintah yang mengiznkan modal asing besar masuk ke lini masyarakat kecil...dan permasalahan lainnya...faktanya memang pedagang pasar tradisional sedang menjerit!!!

    ReplyDelete

Visit my other blogs:
Mommy Mayonnaise
Mirror On The Wall
Cerita Film

Spamming and insulting comments are not allowed and will be deleted for sure. Thanks for sharing your opinions.

Shelfari: Book reviews on your book blog
Blog Widget by LinkWithin
 

~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff