Suka kesal kalau melihat acara-acara kriminal di televisi. Bukan kesal karena tidak suka dengan acaranya loh. Karena setelah dipikir-pikir, acara-acara seperti itu nggak buruk-buruk amatlah. Kalau pun ada keluhan dari orang tua tentang efek buruk dari acara seperti ini, tetap saja masih ada kegunaannya. Paling tidak, kita bisa tahu berbagai jenis kejahatan yang sudah pernah terjadi, jadi kita bisa belajar mempersiapkan diri untuk mengantisipasi kemungkinan kejahatan itu terjadi pada kita, kan?
Tapi yang suka buat aku kesal, kadang-kadang acara ini suka bertindak setengah-setengah dalam memberitakan semua pelaku kejahatan itu. Kenapa tampang-tampang penjahat itu sering dikaburkan? Apa tujuannya coba?
Tapi yang suka buat aku kesal, kadang-kadang acara ini suka bertindak setengah-setengah dalam memberitakan semua pelaku kejahatan itu. Kenapa tampang-tampang penjahat itu sering dikaburkan? Apa tujuannya coba?
Untuk menjaga nama baiknya? Masa’ sudah melakukan kejahatan masih perlu dijaga nama baiknya? Toh orangnya sendiri juga pasti sudah memperhitungkan akan kehilangan nama baik, ketika merencanakan sebuah kejahatan kan?
Kalau alasannya adalah agar dia tidak dihakimi masyarakat kalau wajahnya terlalu diekspose, bukannya masyarakat perlu (dan memang harus) tahu siapa-siapa saja yang sudah tega melakukan kejahatan seperti mereka? Sekaligus berjaga-jaga kalau mereka muncul di hadapan kita?
Apalagi kalau penjahatnya adalah pemerkosa apalagi yang “fedofilia”. Apa perlu tampang orang-orang seperti itu disembunyikan? Media-media di barat saja sudah dengan tegas menayangkan wajah-wajah predator seperti ini dengan terang-terangan, agar masyarakat luas mengenal mereka dan bisa mengantisipasi kemunculannya. Biarkan saja orang-orang seperti itu mendapat hukuman sosial dari masyarakat. Tak ada hukuman yang lebih berat daripada hukuman massa bukan?
Menurutku, wajah penjahat-penjahat yang dengan tega telah menghabisi nyawa orang lain dan pemerkosa perempuan dan anak-anak, justru harus ditunjukkan dengan “close-up”. Selain untuk menunjukkan tampangnya kepada masyarakat, juga agar mereka mendapat hukuman massa. Apa pentingnya orang-orang seperti itu dilindungi haknya? Sementara dia tidak memperdulikan hak hidup orang yang sudah dizaliminya?
Dengan memajang wajah-wajah para penjahat seperti itu, orang-orang yang sedang menyusun rencana untuk merampok, membunuh ataupun memperkosa, harus mempertimbangkan betul-betul niat jahatnya itu. Karena sekali wajahnya terpampang jelas di media sebagai pelaku kriminal, maka tidak akan ada cara untuk menghapus ingatan masyarakat terhadap hal itu. Sekali dia terpampang, maka selamanya dia akan dikenal masyarakat sebagai penjahat. Masih ada kesempatan untuk membatalkan rencana itu, sebelum coretan-coretan abadi itu muncul di dahi.
Sama seperti gembong-gembong teroris itu. Ketika media dengan gencar memberitakan dan menayangkan foto-foto mereka (tanpa pita hitam di mata atau dikaburkan seperti “penjahat biasa”), masyarakat jadi lebih “aware” terhadap tokoh itu. Lalu apa bedanya penjahat-penjahat itu dengan teroris? Apa hanya karena “timbangan kejahatannya” yang jadi ukuran?
Pembunuh satu orang dengan pembunuh ribuan orang menurutku sama saja. Sama-sama pembunuh. Merampok satu rumah dengan koruptor kelas kakap juga menurutku sama saja, sama-sama pencuri. Pemerkosa satu orang dengan pemerkosa gila dengan puluhan korban juga namanya sama-sama pemerkosa. Jadi, kenapa harus dibeda-bedakan toh? Tayangkan saja gambarnya di televisi dengan “close up”!!!! Biar tahu rasa….
Kalau alasannya adalah agar dia tidak dihakimi masyarakat kalau wajahnya terlalu diekspose, bukannya masyarakat perlu (dan memang harus) tahu siapa-siapa saja yang sudah tega melakukan kejahatan seperti mereka? Sekaligus berjaga-jaga kalau mereka muncul di hadapan kita?
Apalagi kalau penjahatnya adalah pemerkosa apalagi yang “fedofilia”. Apa perlu tampang orang-orang seperti itu disembunyikan? Media-media di barat saja sudah dengan tegas menayangkan wajah-wajah predator seperti ini dengan terang-terangan, agar masyarakat luas mengenal mereka dan bisa mengantisipasi kemunculannya. Biarkan saja orang-orang seperti itu mendapat hukuman sosial dari masyarakat. Tak ada hukuman yang lebih berat daripada hukuman massa bukan?
Menurutku, wajah penjahat-penjahat yang dengan tega telah menghabisi nyawa orang lain dan pemerkosa perempuan dan anak-anak, justru harus ditunjukkan dengan “close-up”. Selain untuk menunjukkan tampangnya kepada masyarakat, juga agar mereka mendapat hukuman massa. Apa pentingnya orang-orang seperti itu dilindungi haknya? Sementara dia tidak memperdulikan hak hidup orang yang sudah dizaliminya?
Dengan memajang wajah-wajah para penjahat seperti itu, orang-orang yang sedang menyusun rencana untuk merampok, membunuh ataupun memperkosa, harus mempertimbangkan betul-betul niat jahatnya itu. Karena sekali wajahnya terpampang jelas di media sebagai pelaku kriminal, maka tidak akan ada cara untuk menghapus ingatan masyarakat terhadap hal itu. Sekali dia terpampang, maka selamanya dia akan dikenal masyarakat sebagai penjahat. Masih ada kesempatan untuk membatalkan rencana itu, sebelum coretan-coretan abadi itu muncul di dahi.
Sama seperti gembong-gembong teroris itu. Ketika media dengan gencar memberitakan dan menayangkan foto-foto mereka (tanpa pita hitam di mata atau dikaburkan seperti “penjahat biasa”), masyarakat jadi lebih “aware” terhadap tokoh itu. Lalu apa bedanya penjahat-penjahat itu dengan teroris? Apa hanya karena “timbangan kejahatannya” yang jadi ukuran?
Pembunuh satu orang dengan pembunuh ribuan orang menurutku sama saja. Sama-sama pembunuh. Merampok satu rumah dengan koruptor kelas kakap juga menurutku sama saja, sama-sama pencuri. Pemerkosa satu orang dengan pemerkosa gila dengan puluhan korban juga namanya sama-sama pemerkosa. Jadi, kenapa harus dibeda-bedakan toh? Tayangkan saja gambarnya di televisi dengan “close up”!!!! Biar tahu rasa….
kan ada yang namanya 86 deh bu.....biar ada kesempatan buat di 86 in......
ReplyDeletedan kadang sebuah kebaikan atau sebuah kejahatan dapat ditebus dengan yang namanya rupiah......emang gitu kok kenyataanya.....
dan katanya LANJUTKAN....hehehe
Kalo saya sih setujunya kalo emang bener dia itu Koruptor atau pemerkosa buat apalagi ditutupi ya Mbak..masa giliran Maling Ayam di kasih tau mukanya tapi giliran Koruptor mana ada mukanya..top deh Mbak postingannya n "Keep Spirit"
ReplyDeletebetul juga ya dipikir2 kalo korban mah ndak papa diburamkan kalo ini penjahatnya .. hem kdanag2 malah ditutupin ma tangan apa baju mereka sendiri , benar mbak CLOSE UP aja wajah mereka
ReplyDeleteagak kluar dari topik nih..ngomong2 orang jahat..
ReplyDeletekenapa yah kok tampangnya ada yang alim2?kayak yang ngebom di jw marriott tuh..tampangnya lugu banget..biasanya kan tampangnya bejat2..
btw keep posting yah..aku juga mo baca2 argument2 yang laen,,yang mantep kek gini ^^
iya mbak risma..close up aja!
ReplyDeleteclose up ajaaaaaa!!!!!
ya, setujuuuu mbak Risma.
ReplyDeleteSetuju !!
ReplyDeleteSetiap keburukan pasti akan terlihat juga, seperti halnya para tokoh antagonis suatu saat pasti akan menampakkan dirinya, atau malah dipaksa untuk menampakkan muka. Setuju.....mbak!
ReplyDeleteiya..setuju...!
ReplyDeletey mungkin itu etika dalam penayangan media pada sebuah media. bersukurlah setidaknya manusia msh bisa saling menghargai walalapun berperilaku buruk. tp kadang gemes jg s, pengen ikut ngebukin.hahaa.
ReplyDeletemakasih bu dah mau masang awardnya
wah mba risma..untung bukan fotoku yang kamu pajang ya..hehehe :D
ReplyDeleteya salahnya etika kenapa kudu disamarkan . . .
ReplyDeletetapi ada benernya juga harusnya yang disamarkan korbannya bukan pelakunya . . .
harusnya pelaku kudu lebih di publish ke media . . .!!!
hwaaah ayo berantas kejahatan !!
iya bener, masih heran... gak hanya di Indonesia tp d seluruh dunia yg namanya penjahat apa lagi teroris kalo misalkan di migrate dari satu tempat ke tempat lain slalu dipasangin kupluk xixixi... di gunung kali dingin ;))
ReplyDeleteSelamat. Mbak Risma mendapatkan Award international Bloggers Community.
ReplyDelete