Monday, May 11, 2009

Jalan-Jalan Ke Sembahe


Hari Minggu tanggal 10 kemarin, kami sekeluarga melakukan perjalanan ke sebuah objek wisata terkenal bernama Sembahe. Yang terletak di antara jalan raya Medan-Berastagi, sekitar 40 km dari kota Medan yang dapat ditempuh kurang lebih selama satu jam perjalanan, sebelum memasuki kota Sibolangit. Sembahe adalah objek wisata berupa sungai yang berukuran cukup besar dengan aliran air yang bisa dianggap deras dengan banyak bebatuan, baik di tepian ataupun di dasar sungai.

Kami berangkat sekitar pukul 12 dari Medan, dengan menggunakan dua buah mobil. Total yang berangkat ada sekitar 10 orang, termasuk si kecil tersayangku Asha. Perjalanan tidak terlalu padat. Pengendara motor yang biasanya memadati jalanan dan sering menyelip diantara mobil-mobil, tidak terlalu banyak. Mungkin karena cuaca yang panas terik siang itu. Sehingga rasanya akan tidak nyaman sekali jika perjalanan ditempuh dengan sepeda motor.

Begitu sampai di Sembahe, tempat itu sudah dipadati pengunjung. Umumnya berupa rombongan keluarga yang membawa anak-anak kecil. Anak-anak itu bermain riang di sungai. Cuaca yang panas membuat kegembiraan semakin terasa. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain merendam diri di air pegunungan yang sejuk ditengah panas matahari yang menyengat seperti hari itu.

Tapi, saking padatnya pengunjung, kami cukup kerepotan mencari pondok-pondok yang tidak ditempati orang. Pondok-pondok sederhana beralaskan tikar dan beratap seng itu memadati sepanjang tepian sungai. Dengan hanya membayar 25 ribu rupiah, kami sudah bisa menempati sebuah pondok mungil untuk tempat bersantai sambil memandang aliran sungai.

Akhirnya, setelah naik turun tangga, kami mendapatkan sebuah pondok yang baru saja ditinggalkan sebuah keluarga penyewa sebelumnya. Setelah makan nasi bungkus yang sudah dipersiapkan dari Medan sebelumnya, anak-anak mulai masuk ke sungai dan bermain-main.

Asha digendong papanya dan mereka pun mulai menyemplungkan diri ke sungai. Asha suka air. Sekali seminggu, kami membawanya ke kolam renang. Kebiasaan ini sudah kami jalankan sejak ia berumur setahun. Dan masih berlangsung hingga sekarang. Aku sudah membayangkan betapa gembiranya dia nanti.

Ternyata aku salah! Asha malah menangis waktu dicemplungkan ke dalam sungai. Kami tidak tahu pasti penyebabnya. Mungkin karena airnya yang telalu dingin (maklum, dari pegunungan), atau karena arusnya yang terasa, tidak seperti di kolam renang yang airnya lebih tenang. Atau mungkin karena dia tidak merasa nyaman dengan banyaknya bebatuan di dasar sungai.


Yang pasti, dia hanya berada di air sekitar 10 menit. Setelah itu dia diantar ke pondok sambil menggigil. Sepertinya dia lebih suka bermain bersama dengan kami. Tentu saja setelah badannya dikeringkan, dibaluri minyak kayu putih, dan memakai celana panjang. Kemudian mulai bermain dengan sendok, botol, atau apapun yang bisa diraihnya. Sambil tak lupa untuk berfoto sebentar Hujan tiba-tiba turun, dan sinar matahari yang terik tadi pun hilang tak berbekas.

Selama hampir satu jam kami menunggu, tidak ada tanda-tanda hujan akan mereda. Kami hanya bisa bertahan di pondok. Karena jalan menuju ke parkiran mobil cukup jauh dan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Kami tidak mau mengambil risiko Asha nanti jadi demam karena kehujanan.

Pada saat itu, para pedagang yang berada di sepanjang tepian sungai sudah mulai memanggil para pengunjung yang masih berada di dalam sungai.
”Ayo, naik, naik. Sebentar lagi airnya pasti deras. Karena hujan. Ayo, naik, naik.”
Dan tak lama kemudian, sungai sudah sepi dari pengunjung. Orang-orang mulai berbenah-benah dan berganti pakaian. Ada yang masih menunggu hujan reda, ada juga yang langsung berjalan menembus hujan, untuk pulang.


Tiba-tiba saja, aku melihat air sungai menjadi sangat deras, seperti gambar ini. Berbeda dengan keadaan sungai sewaktu kami tiba, seperti gambar di awal tadi. Sepertinya ada banjir kiriman yang berasal dari hujan yang terjadi di pegunungan. Air sungai berubah coklat karena lumpur dan sangat deras. Tumpukan batu yang berada di tepi dan di bagian tengah sungai pun menghilang tertutup air.

Di bagian tengah sungai terdapat batu raksasa menyerupai jembatan yang terletak dengan posisi melintang d tengah sungai. Batu raksasa itu sampai bergoyang-goyang dengan bunyi yang keras karena terkena hantaman sungai. Saat itu, pemandangan sungai sudah tidak menarik lagi. Apa yang bisa dilihat dari sungai kecoklatan yang meluap dan sangat deras seperti itu, selain perasaan ngeri. Aku yakin, kalau tadinya masih ada orang yang berada di dalam air, khususnya mereka yang duduk-duduk di bebatuan di tengah sungai, pasti akan terbawa arus tanpa bisa meraih apapun untuk pegangan.

Aku sudah sering mengunjungi Sembahe ini. Dimulai sejak masa aku kuliah di USU sekitar sepuluh tahun lalu. Tapi belum pernah aku melihat langsung air sungainya meluap seperti ini. Ternyata sangat menakutkan. Sungai deras dengan air bergemuruh yang akan menghanyutkan apapun yang berada di dekatnya.

Sebenarnya, perjalanan kami ini terlalu singkat. Tapi, apa mau dikata. Hujan deras ternyata muncul sebagai pengganti sinar matahari terik yang melatarbelakangi keberangkatan kami tadi. Kami memutuskan untuk pulang di tengah hujan. Dengan terlebih dahulu mengambil payung yang tersedia di mobil.

Tapi tak apalah. Kebersamaan adalah inti terpenting dari perjalanan ini. Karena kami berkumpul beramai-ramai dan menikmati waktu liburan. Kesempatan seperti ini cukup langka. Karena semua orang biasanya sibuk dengan urusan masing-masing. Dan jarang sekali waktu yang tersedia untuk bisa berkumpul bersama keluarga besar

3 comments:

  1. Alam yang indah, segar, diceritakan dengan elok pula. Apalagi ada gambar si cantik Asha. Jangan dekat-dekat sungai yang lagi meluap ya, bisa bahaya.

    Oh ya, saya juga suka cerita perjalanan Risma ke Danau Toba. Horas!!!!

    ReplyDelete
  2. Bagus banget pemandanganya jheng ?? di mana nich liburanya semoga bahagia slalu salam buat si kecil

    jalan jalan juga dong ke blog dwie...salam kenal

    ReplyDelete
  3. waah boleh juga tuh, besok pagi kesana ah rombongan bersama temen sekantor

    ReplyDelete

Visit my other blogs:
Mommy Mayonnaise
Mirror On The Wall
Cerita Film

Spamming and insulting comments are not allowed and will be deleted for sure. Thanks for sharing your opinions.

Shelfari: Book reviews on your book blog
Blog Widget by LinkWithin
 

~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff