Dunia musik anak-anak masa kini tidak seberuntung generasi sebelumnya. Dulu, penyanyi anak-anak sangat menjamur dimana-mana. Mulai dari Boneka Susan/Ria Enes, Melissa, Trio Kwek Kwek, Jihan Amir dan Sheren Regina. Atau generasi yang diatasnya lagi seperti Joshua, Sherina, Cikita, Tina Toon dan banyak lagi. Lagu-lagu mereka benar-benar memiliki ciri khas anak-anak. Mulai dari kisah persahabatan sampai dengan nasehat-nasehat sederhana seperti rajin belajar, patuh pada orangtua, menjaga lingkungan, rajin berdoa ataupun rajin menabung. Para pencipta lagu anak-anak pun sangat produktif. Misalnya Kak Seto, Papa T Bob, Pak dan Bu Kasur, dll.
Tentu saja kita masih ingat program televisi 'PANGGUNG HIBURAN ANAK-ANAK' yang tayang setiap hari Minggu di tahun 80an dulu. Menampilkan para penyanyi-penyanyi cilik yang sudah beken dan memiliki fans anak-anak pula. Sekaligus sebagai ajang untuk memperkenalkan para pendatang baru. Acara ini sangat digemari anak-anak bahkan orangtua pada masa itu. Anak-anak memiliki 'lingkungan' musiknya sendiri sesuai dengan usia dan perkembangannya.
Tapi, lihat yang terjadi sekarang! Tak ada lagi yang namanya 'dunia anak-anak' itu. Para penyanyi cilik dulu sudah beranjak dewasa dan menanggalkan image mereka sebagai anak-anak. Para pencipta lagu anak pun mulai tenggelam. Dan pada akhirnya, lenyap jugalah acara 'PANGGUNG HIBURAN ANAK-ANAK' yang sangat beken itu.
Anak-anak masa kini sudah bersentuhan dengan lagu-lagu remaja/dewasa dengan thema PERCINTAAN! Sungguh miris melihat anak-anak berumur 7-12 tahun menyanyikan lagu-lagu cinta seperti RADJA, PETERPAN, DEWA, BCL, ROSSA, ST12, PADI dan SO7. Di acara yang notabene berembel-embel anak-anak. Yaitu, acara 'IDOLA CILIK'.
Para penyanyi cilik yang bersaing untuk menjadi idola anak-anak itu menyanyikan lagu yang mengisahkan tentang orang-orang dewasa yang sedang kasmaran bahkan tentang pengkhianatan cinta. Padahal, anak seumur diapun mungkin belum memahami makna dari lirik lagu tersebut.
Akibatnya, anak-anak sekarang menjadi terlalu cepat dewasa. Mengenal pacaran dalam usia sangat dini. Dan tentu saja juga mengenal kosmetika dalam usia yang sangat dini pula. Karena mereka berpatokan pada penampilan idolanya yang memang sudah berusia dewasa.
Entah apa yang menyebabkan 'dunia musik anak-anak' ini menjadi mati suri. Apakah proses regenerasi penyanyi cilik yang tidak berjalan dengan baik? Ataukah para pencipta lagu-lagu hits yang jumlahnya bejibun di negara ini memang tidak mau melirik sedikitpun ke zona ini? Atau memang media yang tidak menyediakan proporsi seimbang untuk acara berthema anak-anak. Entahlah..
Tapi yang pasti, kalau perfilman Indonesia saja yang dulunya sangat terpuruk masih bisa berdiri, maka acara-acara musik untuk anak-anak ini juga masih bisa bangkit. Karena tidak ada kata 'HABIS' untuk anak-anak. Dia akan selalu ada di setiap generasi. Begitu satu generasi anak sudah beranjak dewasa, dibelakangnya sudah ada generasi anak yang baru lagi. Dan lagu dengan thema anak-anak, biasanya abadi. Mudah-mudahan anak-anak dimasa mendatang masih bisa mendengarkan dan menyanyikan lirik-lirik sederhana, lucu namun penuh dengan nasihat dan didikan seperti lagu-lagu anak yang ceria di era 80an dulu. Semoga..
"Susan, Susan, Susan, kalau gede mau jadi apa? Aku kepingin pinter biar jadi dokter.."
(Boneka Susan/Ria Enes)
Tentu saja kita masih ingat program televisi 'PANGGUNG HIBURAN ANAK-ANAK' yang tayang setiap hari Minggu di tahun 80an dulu. Menampilkan para penyanyi-penyanyi cilik yang sudah beken dan memiliki fans anak-anak pula. Sekaligus sebagai ajang untuk memperkenalkan para pendatang baru. Acara ini sangat digemari anak-anak bahkan orangtua pada masa itu. Anak-anak memiliki 'lingkungan' musiknya sendiri sesuai dengan usia dan perkembangannya.
Tapi, lihat yang terjadi sekarang! Tak ada lagi yang namanya 'dunia anak-anak' itu. Para penyanyi cilik dulu sudah beranjak dewasa dan menanggalkan image mereka sebagai anak-anak. Para pencipta lagu anak pun mulai tenggelam. Dan pada akhirnya, lenyap jugalah acara 'PANGGUNG HIBURAN ANAK-ANAK' yang sangat beken itu.
Anak-anak masa kini sudah bersentuhan dengan lagu-lagu remaja/dewasa dengan thema PERCINTAAN! Sungguh miris melihat anak-anak berumur 7-12 tahun menyanyikan lagu-lagu cinta seperti RADJA, PETERPAN, DEWA, BCL, ROSSA, ST12, PADI dan SO7. Di acara yang notabene berembel-embel anak-anak. Yaitu, acara 'IDOLA CILIK'.
Para penyanyi cilik yang bersaing untuk menjadi idola anak-anak itu menyanyikan lagu yang mengisahkan tentang orang-orang dewasa yang sedang kasmaran bahkan tentang pengkhianatan cinta. Padahal, anak seumur diapun mungkin belum memahami makna dari lirik lagu tersebut.
Akibatnya, anak-anak sekarang menjadi terlalu cepat dewasa. Mengenal pacaran dalam usia sangat dini. Dan tentu saja juga mengenal kosmetika dalam usia yang sangat dini pula. Karena mereka berpatokan pada penampilan idolanya yang memang sudah berusia dewasa.
Entah apa yang menyebabkan 'dunia musik anak-anak' ini menjadi mati suri. Apakah proses regenerasi penyanyi cilik yang tidak berjalan dengan baik? Ataukah para pencipta lagu-lagu hits yang jumlahnya bejibun di negara ini memang tidak mau melirik sedikitpun ke zona ini? Atau memang media yang tidak menyediakan proporsi seimbang untuk acara berthema anak-anak. Entahlah..
Tapi yang pasti, kalau perfilman Indonesia saja yang dulunya sangat terpuruk masih bisa berdiri, maka acara-acara musik untuk anak-anak ini juga masih bisa bangkit. Karena tidak ada kata 'HABIS' untuk anak-anak. Dia akan selalu ada di setiap generasi. Begitu satu generasi anak sudah beranjak dewasa, dibelakangnya sudah ada generasi anak yang baru lagi. Dan lagu dengan thema anak-anak, biasanya abadi. Mudah-mudahan anak-anak dimasa mendatang masih bisa mendengarkan dan menyanyikan lirik-lirik sederhana, lucu namun penuh dengan nasihat dan didikan seperti lagu-lagu anak yang ceria di era 80an dulu. Semoga..
"Susan, Susan, Susan, kalau gede mau jadi apa? Aku kepingin pinter biar jadi dokter.."
(Boneka Susan/Ria Enes)
Risma Hutabarat,
ReplyDeleteWaktu mahasiswa, saya kebetulan sempat mengajak seni suara di satu SD negeri dan satu SD Katolik di Jember Jawa Timur. Saya juga jadi asisten pelatih paduan suara di kampusku, Universitas Jember. Jadi, paling tidak saya punya sedikit referensi tentang musik, khususnya yang berhubungan dengan anak-anak, pelajar, mahasiswa, gerejawi.
Harus diakui ada perubahan drastis dalam gaya hidup dan selera. Dan itu tak lepas dari media (televisi), sistem pendidikan, guru-guru, hingga Departemen Pendidikan. Sangat mengkhawatirkan memang!
Dulu, kita punya generasi komposer pelopor lagu anak-anak macam Ibu Sud, Pak Kasur, AT Mahmud, Pak Dal, Pranajaya. Juga ada nama-nama besar dari Tapanuli macam Cornel Simanjuntak, Binsar Sitompul, S Dis Sitompul, Nahum Situmorang, EL Pohan, dan banyak lagi.
Generasi ini punya idealisme tinggi. Mereka pendidik dan pejuang. Musik mereka selalu ada unsur pendidikan, pedagogik. Mereka tahu persis psikologi manusia: bagaimana melodi dan syair yang patut untuk anak-anak. Luar biasa!
Tahun 1980-an dan 1990-an lagu anak masih relatif aman. Misi pendidikan masih kuat. Setelah reformasi 1998 terjadi kekacauan sistem di tanah air. Kita kehilangan orientasi.
Di saat itulah industri musik, yang didukung industri televisi, masuk dengan satu misi: meraih uang sebanyak-banyaknya. Uang, uang, uang. Misi pendidikan dibuang ke tong sampah. Atas nama kebebasan, orang-orang RCTI dan televisi-televisi itu melakukan apa saja asalkan orang suka. Pemerintah sendiri ibarat bebek pincang yang tak bisa apa-apa.
Masalah ini sering disuarakan, tapi kaum kapitalis mana mau dengar? Maka, mau tak mau, orang tua yang harus kontrol anaknya, menanamkan nilai-nilai dan sebagainya. Jangan sekali-kali mempercayakan televisi atau artis pop sebagai rujukan atau guru.
Oh ya, Ria Enes alias Susan ada di Surabaya. Mbak Ria punya sekolah anak-anak, namanya Dunia Susan. Masih sering diundang ke berbagai acara, juga TVRI Jatim, tapi memang sudah bukan zamannya lagi.
Begitu kira-kita beta punya komentar. Maaf, terlalu panjang.
sepertinya wempi sudah pernah tonton topik ini di tv kalo gak salah metro tv / tv one
ReplyDelete