Kali ini aku ingin sedikit membagikan pandanganku terhadap kekerasan yang terjadi antar pemeluk agama dan antar etnis di dunia ini. Yang pasti bukanlah pemikiran yang luar biasa, seperti halnya pemikiran kawan-kawan yang mungkin sudah sangat ahli dalam hal ini. Juga bukanlah sebuah wacana yang kubuat untuk memancing perdebatan dan perselisihan bagi kawan-kawan yang datang membaca tulisanku ini. Karena jauh di dasar hatiku, aku sadar bahwa segala bentuk diskusi ataupun perdebatan mengenai agama dan etnis, tidak akan memiliki hasil akhir yang memuaskan semua pihak. Dan aku tidak ingin kericuhan seperti itu ada di blog-ku yang kecil ini.
Ini hanya sekedar renungan sederhana dari seorang awam yang juga berasal dari etnis tertentu dan memiliki agama tertentu. Kalau untuk latar belakang etnis, mungkin kita tidak bisa memilih untuk menjadi etnis apa ya. Karena kita sudah terlahir dengan label itu. Suka atau tidak suka. Tentang agama, mungkin ada sedikit perbedaan. Meski umumnya kita sudah memiliki agama sewaktu kita dilahirkan. Tapi banyak juga orang yang memilih untuk meninggalkan agama kelahirannya dan memasuki agama baru yang dikenalnya setelah dewasa. Jadi, agama masih bisa masuk dalam kategori pilihan.
Sejauh yang bisa kulihat sekarang, harapan dan tujuan itu masih belum terpenuhi. Agama yang diharapkan bisa membawa ketenangan batin, malah dijadikan alasan untuk menumpahkan darah orang lain. Sama halnya dengan etnis. Keberadaan satu etnis tertentu, bisa memancing kemarahan etnis yang lainnya. Kemarahan ini biasanya sudah berlangsung turun temurun. Sehingga bahkan orang yang belum saling mengenal sekalipun bisa menyimpan kebencian dan dendam yang didalamnya terselip niat untuk saling membunuh. Bagaimana ini bisa terjadi?
Semua orang tahu kalau kita tidak bisa memilih jadi etnis apa kita dilahirkan.
Orang Yahudi juga mungkin menyesal dilahirkan jadi Yahudi, ketika NAZI membantai mereka dari bayi baru lahir sampai ke orang tua, hanya karena kebencian. Orang Negro mungkin menyesalinya warna kulitnya, ketika mereka dipaksa menjadi budak dan warga negara kelas dua hanya karena berkulit hitam. Atau warga Hutu di Afrika menyesali warna kulitnya yang sedikit lebih terang dari warna kulit saudaranya Tutsi yang lebih gelap. Karena saudaranya itu jadi membencinya dan membantai mereka seperti yang kutonton di film Hotel Rwanda.
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri dari kebencian pihak lain? Karena meskipun mencuci darahnya sepuluh kali, orang Yahudi tetaplah Yahudi. Meskipun melakukan operasi pengantian warna kulit seperti Michael Jackson, orang kulit hitam tetaplah orang kulit hitam. Etnis itu bukanlah sekedar penampilan fisik, tapi juga budaya dan pola pikir. Sehebat apapun penampilan fisik diubah, tapi di dalam sanubarinya dan di dalam pola pikirnya, dia tetaplah bagian dari etnisnya. Dan sangat sulit sekali untuk bisa mengubah hal yang satu ini.
Kisah yang sama juga dialami dengan alasan perbedaan agama. Warga Irlandia tidak bisa menikmati kedamaian beragama karena Protestan dan Katolik tidak bisa berjalan beriringan dengan damai.
Dalai Lama harus hidup di pengasingan untuk menyelamatkan nyawanya dari incaran warga China lainnya. India harus terbagi dua dan membenci satu sama lain karena ada penduduknya yang beragama Islam dan ada yang beragama Hindu. Lalu dimana kedamaiannya? Apa yang sebenarnya dicari dari agama yang mereka anut?
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri? Apakah orang harus berpindah agama, meskipun terpaksa, agar nyawanya tidak melayang? Atau paling tidak harus berbohong mengenai agamanya ketika ada yang menanyakannya? Kalau perpindahan itu dilakukan dengan sukarela, itu adalah Hak Azasi Manusia dari masing-masing individu. Tapi kalau ada pihak-pihak yang memaksakan perpindahan keyakinan itu, dengan tegas aku menyatakan pendapat disini bahwa itu sangatlah tidak adil!
Kalau ternyata agama membuat orang saling membenci dan saling membunuh, maka aku bisa memahami pemikiran dan alasan orang-orang yang memilih untuk menjadi atheis. Karena dengan menjadi atheis, dia berusaha membebaskan dirinya agar tidak menjadi musuh pihak manapun. Dan anehnya, kaum atheis ini cenderung mendapat tempat yang netral diantara kaum yang memiliki agama.
Aku sengaja tidak membahas tentang etnis dan agama yang ada di negara kita, Indonesia ini. Dan renungan diatas aku berikan sebagai gambaran dasar saja. Lalu kita bisa menempatkan negara kita sendiri beserta agama-agama dan etnis yang menyebar di dalamnya dalam rangka cerita itu. Apakah ada kemungkinan ”kebencian warisan nenek moyang” seperti kisah di atas akan bisa dialami oleh anak cucu di masa yang akan datang? Mudah-mudahan tidak.
Ini hanya sekedar renungan sederhana dari seorang awam yang juga berasal dari etnis tertentu dan memiliki agama tertentu. Kalau untuk latar belakang etnis, mungkin kita tidak bisa memilih untuk menjadi etnis apa ya. Karena kita sudah terlahir dengan label itu. Suka atau tidak suka. Tentang agama, mungkin ada sedikit perbedaan. Meski umumnya kita sudah memiliki agama sewaktu kita dilahirkan. Tapi banyak juga orang yang memilih untuk meninggalkan agama kelahirannya dan memasuki agama baru yang dikenalnya setelah dewasa. Jadi, agama masih bisa masuk dalam kategori pilihan.
Tapi apa sebenarnya harapan dan tujuan orang menganut sebuah agama?Ini pertanyaan sederhana ya. Dan menurutku jawabannya juga sederhana: Untuk mencari kedamaian. Atau ada kawan-kawan yang memiliki pandangan yang berbeda tentang ini? Tentang apa yang menjadi motivasimu menganut agama? Disini, aku mau menambahkan sedikit tentang alasanku tadi, yaitu untuk mencari kedamaian.
Sejauh yang bisa kulihat sekarang, harapan dan tujuan itu masih belum terpenuhi. Agama yang diharapkan bisa membawa ketenangan batin, malah dijadikan alasan untuk menumpahkan darah orang lain. Sama halnya dengan etnis. Keberadaan satu etnis tertentu, bisa memancing kemarahan etnis yang lainnya. Kemarahan ini biasanya sudah berlangsung turun temurun. Sehingga bahkan orang yang belum saling mengenal sekalipun bisa menyimpan kebencian dan dendam yang didalamnya terselip niat untuk saling membunuh. Bagaimana ini bisa terjadi?
Semua orang tahu kalau kita tidak bisa memilih jadi etnis apa kita dilahirkan.
Orang Yahudi juga mungkin menyesal dilahirkan jadi Yahudi, ketika NAZI membantai mereka dari bayi baru lahir sampai ke orang tua, hanya karena kebencian. Orang Negro mungkin menyesalinya warna kulitnya, ketika mereka dipaksa menjadi budak dan warga negara kelas dua hanya karena berkulit hitam. Atau warga Hutu di Afrika menyesali warna kulitnya yang sedikit lebih terang dari warna kulit saudaranya Tutsi yang lebih gelap. Karena saudaranya itu jadi membencinya dan membantai mereka seperti yang kutonton di film Hotel Rwanda.
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri dari kebencian pihak lain? Karena meskipun mencuci darahnya sepuluh kali, orang Yahudi tetaplah Yahudi. Meskipun melakukan operasi pengantian warna kulit seperti Michael Jackson, orang kulit hitam tetaplah orang kulit hitam. Etnis itu bukanlah sekedar penampilan fisik, tapi juga budaya dan pola pikir. Sehebat apapun penampilan fisik diubah, tapi di dalam sanubarinya dan di dalam pola pikirnya, dia tetaplah bagian dari etnisnya. Dan sangat sulit sekali untuk bisa mengubah hal yang satu ini.
Kisah yang sama juga dialami dengan alasan perbedaan agama. Warga Irlandia tidak bisa menikmati kedamaian beragama karena Protestan dan Katolik tidak bisa berjalan beriringan dengan damai.
Dalai Lama harus hidup di pengasingan untuk menyelamatkan nyawanya dari incaran warga China lainnya. India harus terbagi dua dan membenci satu sama lain karena ada penduduknya yang beragama Islam dan ada yang beragama Hindu. Lalu dimana kedamaiannya? Apa yang sebenarnya dicari dari agama yang mereka anut?
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri? Apakah orang harus berpindah agama, meskipun terpaksa, agar nyawanya tidak melayang? Atau paling tidak harus berbohong mengenai agamanya ketika ada yang menanyakannya? Kalau perpindahan itu dilakukan dengan sukarela, itu adalah Hak Azasi Manusia dari masing-masing individu. Tapi kalau ada pihak-pihak yang memaksakan perpindahan keyakinan itu, dengan tegas aku menyatakan pendapat disini bahwa itu sangatlah tidak adil!
Kalau ternyata agama membuat orang saling membenci dan saling membunuh, maka aku bisa memahami pemikiran dan alasan orang-orang yang memilih untuk menjadi atheis. Karena dengan menjadi atheis, dia berusaha membebaskan dirinya agar tidak menjadi musuh pihak manapun. Dan anehnya, kaum atheis ini cenderung mendapat tempat yang netral diantara kaum yang memiliki agama.
Aku sengaja tidak membahas tentang etnis dan agama yang ada di negara kita, Indonesia ini. Dan renungan diatas aku berikan sebagai gambaran dasar saja. Lalu kita bisa menempatkan negara kita sendiri beserta agama-agama dan etnis yang menyebar di dalamnya dalam rangka cerita itu. Apakah ada kemungkinan ”kebencian warisan nenek moyang” seperti kisah di atas akan bisa dialami oleh anak cucu di masa yang akan datang? Mudah-mudahan tidak.
agama adalah sebuah ajran untuk sebuah kebenaran dan kebaikan hidup,dan kebenaran serta kebaikan hidup adalah kewajiban, dan...untuk itu kita mesti beragama,demi kebenaran dan kebaikan..tapi dengan beragama belum tentu menemukan sebuah kebenaran dan kebaikan.... akan tetapi mengamalkan sebuah kebaikan tersebutlah yang bakalan menjadi sebuah kebenaran dan kebaikan...
ReplyDeletedan semua agama mengajarkan tentang sebuah kebenaran dan kebaikan demi kelangsungan hidup...cuman perbedaan dalam penerapan....
ya, aku jatuh cinta pada artikel ini....
ReplyDeleteInilah topik yang sangat saya suka, lebih-lebih lagi ditulis dengan pendekatan profesional seperti ini.
saya pernah kesal bila mendengar perbincangan etnis atau agama yang tidak wajar oleh pihak tertentu, begitu juga para blogger yang sangat tidak peka. seharusnya tidak ada perasaan yang tidak benar terhadap etnis atau penganut agama lain. karna semua agama mengajar kebaikkan bukan sebaliknya.
Secara peribadi saya bukanlah orang melayu atau asal Islam, saya juga meraikan hari Natal dan Chinese New Year bersama keluarga. karna itu adalah hari kebesaran ahli keluarga saya, dan kami senang bersama dengan saling menjaga sensitiviti.
Bila Idulfitri, itulah perayaan agama saya dan mereka juga menghormati agama saya. bukankah ini satu yang menarik, apalagi saling memberi hadiah seperti pada hari Natal. pastinya kedamaian dan pengertian lahir dari situasi begini.
Mereka yang tidak peka mungkin sekedar melaungkan slogan kedamaian, tapi tidak pernah melakukannya. karna ketidakpekaan itu juga mereka mudah mengeluarkan kenyataan bernada provokasi terhadap etnis atau penganut agama lain. ini yang menyedihkan kita...
Semoga kita saling mengerti dan menghargai, salam cinta damai
Alan al-basri
Kalau menurutku, orang milih agama karena ingin selamat.
ReplyDeleteSelamat bisa bermakna selamat di akhirat, artinya ingin masuk surga.
Selamat di dunia, artinya hidup dalam damai, tidak jadi korban diskriminasi, bebas dari genosida, dan lain-lain.
Alasan dasar terjadinya pertikaian antar agama dan etnis umumnya sama, yaitu grup pertama merasa tidak aman jika kontak dengan grup yang lain.
Kaum Arya (NAZI) merasa superioritasnya di Jerman terganggu dengan etnis non-Arya, jadi mereka memusuhi Yahudi.
Tentara IRA di Irlandia Utara memberontak kepada Inggris, karena merasa rakyatnya dijajah oleh Inggris.
Di Afrika, sampai sekarang masih sering terjadi kerusuhan antaretnis yang kadang-kadang hanya bermula dari urusan sepele, misalnya rebutan tanah, cewek digoda pemuda-pemuda dari suku lain, dan sebagainya.
Dengan demikian, yang diperlukan adalah rasa pengertian bahwa tiap orang berhak untuk hidup selamat tanpa diganggu orang lain. Pameonya, kalo situ nggak ganggu saya, saya juga nggak akan ganggu situ..
Segala keangkuhan,egoisme,individualisme adalah awal malapetaka. Bukan hanya di lingkungan keluarga, tetapi juga dlm hidup bermasyarakat. Kerinduan akan kedamaian dan hidup rukun sudah banyak yang tidak perduli. Agama (tidak merusak) adalah sebagai senjata ampuh untuk memperoleh damai itu.
ReplyDeletePariban saya kasih award nih...semoga senang menerimanya...
waduh2 comennya berbobot semua >,<..atut nih
ReplyDeleteklo menurut aku yah sama,,agama buat kedamaian,,
orang punya agama kan tujuannya juga biar ada perlindungan,pertolongan, pokoknya ke arah2 yang damai deh,,
semua agama juga mengajarkan begitu kan?cuma caranya aja beda2 ^^V
Agama adalah dasar kehidupan. jika ada pertikaian itu adalah oknum. setuju bahwa kita harus menjalani hidup dengan damai...
ReplyDeletemaju terus..ditunggu artikel berikutnya ...dua jempol untu artikel ini
Terimakasih komentarnya ya, kawan-kawan :D
ReplyDelete