Tuesday, June 1, 2010

Ulos Pengantin

Waduh, udah lama ngga update blog nih. Lagi sibuk-sibuknya berberes ria untuk urusan pindahan. Sibuk..sibuklah..pokoknya. Baru sekarang ini punya waktu sebentar untuk melihat keadaan blog. Sebelumnya, terimakasih untuk kunjungan setia kawan-kawan yang tetap menjaga traffic ke blog ini. Mudah-mudahan dalam waktu dekat aku kembali bisa mengaktifkan jadwal blogwalking ya. Hehehe..
Topik yang ingin kuangkat kali ini muncul secara mendadak di pikiranku (seperti biasanya). Minggu lalu, aku menghadiri sebuah acara pernikahan saudara yang dilanjutkan dengan acara adat. Umumnya, di pesta Batak, acara adat berlangsung lebih lama daripada Pemberkatannya (untuk yang beragama Kristen), bisa sampai malam. Karena acara adat ini biasanya diisi dengan pemberian ulos kepada pasangan pengantin baru, oleh orang-orang tua baik dari sanak-saudara ataupun dari undangan lainnya.

Lazimnya, sebelum kain ulos dilingkarkan di pundak pengantin, para pemberi ulos akan mengucapkan sepatah dua patah kata kepada pengantin. Umumnya berisi nasehat-nasehat tentang bagaimana menjalani kehidupan berumahtangga yang baik, di hadapan orang banyak yang menghadiri pesta itu. Aku kurang tahu kalau suku lain juga memiliki ritual seperti ini. Tapi, aku yakin, pelaksanaan adat di Indonesia ini juga tidak terlalu berbeda kan?

Nah, biasanya nih, proses pemberian nasihat pernikahan ini, dilakukan atas nama formalitas belaka. Dimana, sanak saudara akan memberikan nasihat yang umum, sederhana, singkat dan diiringi doa. Jujur saja, aku bahkan tidak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan oleh sanak-saudara itu, karena intinya hampir serupa dengan nasihat yang diberikan sanak-saudara sebelumnya. Tak lebih dari 2 menit perorang. Terkesan sambil lalu ya..

Tapi kemarin, waktu acara pernikahan yang kuhadiri ini, ada seorang ibu yang memberikan nasihat yang lumayan panjang untuk pengantin. Kira-kira lebih dari 10 menit. Bahkan sampai hal yang paling sederhana sekalipun disinggungnya dalam nasihatnya itu. Kulihat ibu itu juga hampir menangis sebenarnya, terdengar dari nada suaranya. Entah karena dia bahagia melihat pernikahan pengantin itu atau karena ada sesuatu dalam nasihatnya yang memiliki nilai tertentu dalam kehidupan rumah tangganya sendiri. Dan nasihat panjang lebar yang diberikannya itu, lebih mendetil daripada nasehat formal dan singkat yang diberikan oleh bapak/ibu sebelumnya, meskipun intinya sama.

Dan tebaklah apa yang terjadi! Orang-orang mulai menggerutu. Wallah…. Orang-orang mulai mengeluhkan “panjangnya” nasihat yang diberikan oleh si ibu itu dan mulai ngoceh tak menentu. Keluhan mereka hanya satu: masih banyak orang yang akan memberi ulos kepada pengantin, jadi sebaiknya nasihat yang diberikan tak usah terlalu panjang, agar masih tersedia waktu untuk sanak-saudara lain yang akan memberikan ulos. Itu saja. Hanya masalah waktu. Jangan sampai nasihat yang kepanjangan membuat orang lain jadi harus menunggu lebih lama untuk memberikan ulos.

Ironis sebenarnya ya. Hahahaha… Karena pada dasarnya, lebih penting memberikan nasihat daripada memberikan ulos. Betul nggak? Ulos itu hanya sebagai perlambang (meskipun bagi sebagian besar orang Batak, jumlah ulos yang diterima itu menggambarkan sukses atau tidaknya pesta adat itu sendiri). Tapi, orang-orang malah beranggapan sebaliknya.

Sewaktu pesta pernikahan kami dulu, sebagai pengantin, kami sangat menghayati setiap nasihat yang diberikan oleh sanak saudara dulu. Mungkin, bagi pihak tamu dan undangan, nasihat-nasihat itu tidak terlalu berarti (karena bukan ditujukan kepada mereka), tapi pengantin pasti mendengarkannya. Jadi, agak heran juga kalau orang-orang di dalam gedung pesta tiba-tiba mulai terdengar semakin ribut seperti segerombolan lebah berdengung di sekitar sarangnya, sebagai wujud protes akan panjangnya nasihat itu.

Sepertinya orang-orang hanya memikirkan kapan gilirannya memberikan ulos, mengucapkan nasihat formalitas yang singkat, setelah itu, bisa segera berlalu dari gedung pesta dan pulang ke rumahnya. Urusan memberikan nasihat kepada pengantin toh bisa dilakukan di rumah setelah pesta usai, dengan keluarga dekat, dalam suasana yang relative lebih santai. Dan menurutku, ini ada benarnya juga.
Tapi, bukan berarti itu bisa menjadi pembenaran atas keluhan panjangnya nasihat yang diberikan seseorang kepada pengantin. Tak pantas toh, undangan yang lain berkeluh-kesah karena itu? Karena memang, nasihat itulah yang lebih penting dari ulosnya. Bukan sebaliknya. Iya kan?

8 comments:

  1. Selama ini sy tau bahwa pesta pernikahan suku Batak memang lama, tapi baru tau kalo lamanya ini karena acara pemberian ulos dan nasehat utk pengantin.

    Kalo banyak yg protes krn lama itu Indonesia banget kan Mbak? hehehe...

    Oiya, setelah itu ulos2nya diapakan oleh pengantin?

    ReplyDelete
  2. aku pernah nih menghadiri pernikahan seperti ini, lumayan pegel :-D

    ReplyDelete
  3. Wah, jadi pengen cepat married ah

    ReplyDelete
  4. sori sis..aku ga begitu suka menghadiri acara pernikahan batak. lama dan bikin pegel. mungkin karena sewa ruangannya bisa lebih dari 2 jam ya. coba kalo dibatasin hanya 2 jam, pasti ga panjang (baca: agak bertele-tele).
    dulu pernah datang ke acara pernikahan abang di Samosir. yang ada di sana pada berantem...hehehe..mungkin itu tadi, ada pihak dari sodara (entah tulang, atau pihak lain), yang tidak dapat giliran..hahaha. seru juga..

    ReplyDelete
  5. Wah sekali ini membuktikan betapa kayanya budaya di negeri kita. Nikah aja sudah beda-beda budayanya, ya tinggal generasi penerusnya neh yg jadi problem, mau meneruskan atau tidak. Kalau saya baru mau, hehehe.

    ReplyDelete
  6. Salam sobat, apakabar?
    wah menarik sekali ulasannya mengenai adat pemberian ulos ini..
    memang seringkali kita lebih mementingkan kulit ketimbang isinya yah..

    pokoknya aku cinta indonesia :))

    ReplyDelete
  7. terkait rencana seorang temen yg (akhirnya) berencana menikah, jadi kepikir.... "seberapa mahal harga ulos pengantin?".... karna gak mungkin nikah adat tanpa ulos ya? (pertanyaan bodoh!!!)

    ReplyDelete
  8. :D idem sama yang lain sis. Pernah menghadiri pernikahan sepupu. Lamanya itu yang ga nahan.

    ReplyDelete

Visit my other blogs:
Mommy Mayonnaise
Mirror On The Wall
Cerita Film

Spamming and insulting comments are not allowed and will be deleted for sure. Thanks for sharing your opinions.

Shelfari: Book reviews on your book blog
Blog Widget by LinkWithin
 

~Serendipity~ | Simply Fabulous Blogger Templates | Mommy Mayonnaise | Female Stuff