“Demi Allah, saya bersumpah bahwa :
Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;
Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbang an keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.”
Itulah kutipan Sumpah Dokter Indonesia yang aku baca di Wikipedia.
Disini, ada rumah sakit yang hanya menerima pasien dengan agama tertentu. Dengan tanpa rasa malu mereka akan menanyakan agama pasien, bahkan ketika pasien itu sendiri sedang menjalani pengobatan. Apa hubungannya orang sakit dengan agama coba? Sementara di satu tempat lagi, ada klinik yang hanya menerima pasien dengan latar belakang politik kepartaian yang sama. Jadi, seberapa parahpun kondisi orang yang datang berobat disana, kalau bukan kader/simpatisan pasti akan ditolak. Dan sekali lagi, dengan tanpa rasa malu, mereka menempelkan kertas di pintu klinik, yang menegaskan bahwa hanya kader dan simpatisan saja yang bisa berobat disana. Apa yang terjadi dengan profesi paramedis kita sekarang ini?
Apakah penyakit demam berdarah memilih-milih korbannya berdasarkan agama? Apakah korban kecelakaan harus meregang nyawa karena ditolak dari rumah sakit terdekat dengan alasan agama, sehingga ia harus menempuh jarak yang lebih jauh lagi untuk mencari rumah sakit yang lebih umum? Apakah ibu-ibu yang hendak bersalin juga jadi tidak mendapat pertolongan hanya karena agamanya berbeda? Tidak! Semua orang dengan latar belakang agama dan partai politik apapun bisa terkena hal itu dan layak mendapatkan pengobatan. Lalu, kenapa paramedis tega memilih-milih mana yang mau ditolong dan mana yang dengan tega ditinggalkan??
Tak perlu lah menyandang status dokter/perawat/bidan/mantra/apapun nama profesinya, kalau hanya menerima pasien dari kalangan tertentu! Paramedis tak seharusnya tersangkut dalam pusaran arus politik dan SARA. Paramedis harusnya terbebas dari sentimen pribadi. Itulah makanya kehadiran paramedis akan diterima diantara kedua pihak yang sedang berseteru. Paramedis tidak diganggu ketika berada di medan perang, meskipun dia mengobati korban perang dari kedua belah pihak yang bertikai. Itulah hakikat tugas paramedis. Menyembuhkan tanpa pandang bulu. Seluruh dunia mengakui hal itu.
Sumpah Dokter Indonesia adalah sumpah yang dibacakan oleh seseorang yang akan menjalani profesi dokter Indonesia secara resmi. Sumpah Dokter Indonesia didasarkan atas Deklarasi Jenewa (1948) yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates.Mulia sekali bukan? Profesi paramedis sungguh merupakan profesi yang mulia. Lalu, kenapa aku memberi warna merah dan penebalan pada salah satu poin di atas? Karena ternyata sekali, sudah ada beberapa klinik bahkan rumah sakit disini yang jelas-jelas melanggar sumpah mereka.
Disini, ada rumah sakit yang hanya menerima pasien dengan agama tertentu. Dengan tanpa rasa malu mereka akan menanyakan agama pasien, bahkan ketika pasien itu sendiri sedang menjalani pengobatan. Apa hubungannya orang sakit dengan agama coba? Sementara di satu tempat lagi, ada klinik yang hanya menerima pasien dengan latar belakang politik kepartaian yang sama. Jadi, seberapa parahpun kondisi orang yang datang berobat disana, kalau bukan kader/simpatisan pasti akan ditolak. Dan sekali lagi, dengan tanpa rasa malu, mereka menempelkan kertas di pintu klinik, yang menegaskan bahwa hanya kader dan simpatisan saja yang bisa berobat disana. Apa yang terjadi dengan profesi paramedis kita sekarang ini?
Apakah penyakit demam berdarah memilih-milih korbannya berdasarkan agama? Apakah korban kecelakaan harus meregang nyawa karena ditolak dari rumah sakit terdekat dengan alasan agama, sehingga ia harus menempuh jarak yang lebih jauh lagi untuk mencari rumah sakit yang lebih umum? Apakah ibu-ibu yang hendak bersalin juga jadi tidak mendapat pertolongan hanya karena agamanya berbeda? Tidak! Semua orang dengan latar belakang agama dan partai politik apapun bisa terkena hal itu dan layak mendapatkan pengobatan. Lalu, kenapa paramedis tega memilih-milih mana yang mau ditolong dan mana yang dengan tega ditinggalkan??
Tak perlu lah menyandang status dokter/perawat/bidan/mantra/apapun nama profesinya, kalau hanya menerima pasien dari kalangan tertentu! Paramedis tak seharusnya tersangkut dalam pusaran arus politik dan SARA. Paramedis harusnya terbebas dari sentimen pribadi. Itulah makanya kehadiran paramedis akan diterima diantara kedua pihak yang sedang berseteru. Paramedis tidak diganggu ketika berada di medan perang, meskipun dia mengobati korban perang dari kedua belah pihak yang bertikai. Itulah hakikat tugas paramedis. Menyembuhkan tanpa pandang bulu. Seluruh dunia mengakui hal itu.
Tapi ternyata, ada kekeliruan yang parah sedang terjadi di negara ini. Ada pelanggaran sumpah yang memalukan. Kalau ternyata paramedis sudah memilih-milih siapa yang mau dirawat dan siapa yang patut ditolak, buang saja semua atribut medismu! Jangan mengotori keagungan gelar penyembuh itu dengan sikap SARA dan sentimen politikmu! Karena memang bagi sebagian orang, kau sudah bukanlah paramedis!