Kebanyakan film-film Indonesia masih melakukan promosi dengan mendompleng sensasi. Aku bilang kebanyakan lho, bukan semuanya. Biasanya, film-film yang mendompleng sensasi seperti ini tidak akan bertahan lama. Memang, pada awalnya orang-orang akan tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dan bahkan berburu film yang sedang heboh-hebohnya digosipkan itu. Untuk mencari tahu, sejauh apa kebenaran gosip berbumbu sensasi itu sebenarnya.
Salah satu film jenis ini yang masih lekat dalam ingatanku adalah ”Buruan Cium Gue” (BCG) yang jadi naik daun karena sekelompok orang merasa ”gerah” dengan adegan cium bibir selama beberapa detik dalam film itu. Muncul protes keberatan dari segelintir orang yang mengatas-namakan moralitas dan meminta film itu dicabut dari peredaran. Berhasilkah? Tidak. Memang adegan ciuman dalam film itu disensor, tapi filmnya tetap beredar dan diserbu oleh para penggemar film.
Salah satu film jenis ini yang masih lekat dalam ingatanku adalah ”Buruan Cium Gue” (BCG) yang jadi naik daun karena sekelompok orang merasa ”gerah” dengan adegan cium bibir selama beberapa detik dalam film itu. Muncul protes keberatan dari segelintir orang yang mengatas-namakan moralitas dan meminta film itu dicabut dari peredaran. Berhasilkah? Tidak. Memang adegan ciuman dalam film itu disensor, tapi filmnya tetap beredar dan diserbu oleh para penggemar film.
Sepertinya, itu justru dianggap sebagai celah untuk melakukan promosi film bagi beberapa produser film lainnya. Karena setelah BCG, bermunculan lah lagi film-film lainnya yang mengandalkan sensasi sejak tahap awal pembuatannya, untuk menarik perhatian masyarakat. Sehingga ketika film itu nantinya diluncurkan, maka respon masyarakat akan lebih besar lagi tentunya.
Salah satunya adalah Ratu Felisha dengan adegan diperkosa oleh babi ngepet. Dan dia diwawancarai khusus hanya untuk menceritakan proses pembuatan adegan tersebut.
Kemudian ada kasus Saipul Jamil yang dituding Kiki Fatmala telah melakukan pelecehan seksual padanya ketika syuting film berlangsung. Keduanya bahkan saling mengancam akan menempuh jalur hukum, yang belakangan malah hilang tertiup angin. Tak ketinggalan, Dewi Persik dan Saipul Jamil (lagi) yang digembar-gemborkan melakukan adegan ranjang yang terlalu norak pada salah satu scene di film horor yang dibintanginya. Semua itu sensasi. Tapi, sensasi pulalah yang telah membuat masyarakat mengenal dan merasa tertarik dengan film seperti itu. Sudah menjadi kodrat manusia untuk langsung menyinggahkan perhatiannya pada sensasi yang timbul di sekitarnya. Tidak usah munafiklah. Yang menjadi perbedaan hanyalah durasi waktu saja. Ada orang yang semakin tenggelam dan lebih tertarik untuk mencari tahu lebih jauh. Ada pula yang hanya memperhatikan sebentar, setelah mengetahui itu hanya sensasi, langsung memalingkan wajah. Tapi pada dasarnya, semua orang akan menoleh pada sensasi pada kemunculannya pertama kali.
Dan terus-terang, aku seperti melihat adanya metode yang sama dengan sensasi terbaru film Indonesia sekarang ini. Mengundang Miyabi.
Jelas-jelas sensasi besar. Kenapa produser film Indonesia merasa perlu menggunakan Miyabi sebagai ikon promosi? Karena Miyabi sendiri memang seorang entertainer yang sensasional. Menurutku, dia bukan artis, karena bagiku film porno itu bukanlah ”art”. Tapi, suka atau tidak, dia memiliki tempat tersendiri di komunitas penggemar film porno. Itu pasti. Dan meskipun Indonesia adalah negara yang menjunjung budaya ketimuran dan menganggap film porno adalah dosa besar, tapi komunitas itu tetaplah ada. Jadi, produser pasti sudah memperkirakan sebelumnya kalau gelombang penolakan ini pasti akan datang begitu dia menyampaikan pernyataannya. Tapi, kalau dia sudah memperhitungkan hal ini sebelumnya, kenapa tetap dilanjutkan?
Jawabannya sederhana. Strategi dagang. Dan dia sangat berhasil saat ini. Aku yakin, kalau Miyabi awalnya hanya dikenal di komunitas orang dewasa yang mengenal film porno saja. Sekarang, setelah banjir protes dan demo besar-besaran, anak-anak bau kencur yang belum pernah melihat film porno sekalipun sudah mengetahui siapa Miyabi. Dan akibatnya, mereka malah akan semakin penasaran untuk mengetahui lebih lanjut, seperti apakah film yang berjudul: Menculik Miyabi ini. Apakah golongan masyarakat yang berdemo besar-besaran untuk menolak kedatangan Miyabi ini sudah memperhitungkan hal ini sebelumnya? Bahwa orang yang awalnya tidak perduli karena tidak tahu, menjadi tertarik dan lebih ingin tahu kenapa dan seperti apakah sosok Miyabi ini?
Sementara, pihak produser film sendiri, sudah memiliki antisipasi untuk menangkis penolakan itu. Mereka akan tetap membuat film ini, meskipun harus melakukan syuting di luar negeri. Jadi, terima atau tidak, film ”Menculik Miyabi” ini akan tetap diproduksi. Apakah film ini nantinya akan dicekal, masih belum ada kepastian. Karena mereka memastikan, kalau Miyabi tidak akan tampil bugil dalam film itu. Kalau ternyata benar dia tampil sopan, maka LSF pun tidak memiliki alasan untuk mencekal penayangannya. Lagipula, sudah menjadi bawaan manusia untuk melawan peraturan, semakin dilarang menonton, maka orang akan semakin berusaha untuk menontonnya meskipun dengan sembunyi-sembunyi.
Jadi, menurut pendapat pribadiku, pihak produser film ini benar-benar berhasil dengan strategi promosinya. Filmnya sudah terkenal bahkan sebelum diproduksi. Semuanya dengan bantuan masyarakat Indonesia sendiri. Menurutku juga, pasti akan ada perbedaan yang signifikan, kalau saja kedatangan Miyabi ini direspon dengan santai dan tidak berlebihan. Dengan anggapan bahwa dia bukan siapa-siapa, filmnya pasti tidak meledak. Toh dia datang bukan untuk membuat film porno kok. Karena kalau memang berniat membuat film seperti itu, pasti kedatangannya dirahasiakan. Lagipula, masih banyak entertainer Indonesia sendiri yang tidak kalah porno bahkan dalam gaya kesehariannya. Nah, yang ini baru cocok didemo besar-besaran.
Salah satunya adalah Ratu Felisha dengan adegan diperkosa oleh babi ngepet. Dan dia diwawancarai khusus hanya untuk menceritakan proses pembuatan adegan tersebut.
Kemudian ada kasus Saipul Jamil yang dituding Kiki Fatmala telah melakukan pelecehan seksual padanya ketika syuting film berlangsung. Keduanya bahkan saling mengancam akan menempuh jalur hukum, yang belakangan malah hilang tertiup angin. Tak ketinggalan, Dewi Persik dan Saipul Jamil (lagi) yang digembar-gemborkan melakukan adegan ranjang yang terlalu norak pada salah satu scene di film horor yang dibintanginya. Semua itu sensasi. Tapi, sensasi pulalah yang telah membuat masyarakat mengenal dan merasa tertarik dengan film seperti itu. Sudah menjadi kodrat manusia untuk langsung menyinggahkan perhatiannya pada sensasi yang timbul di sekitarnya. Tidak usah munafiklah. Yang menjadi perbedaan hanyalah durasi waktu saja. Ada orang yang semakin tenggelam dan lebih tertarik untuk mencari tahu lebih jauh. Ada pula yang hanya memperhatikan sebentar, setelah mengetahui itu hanya sensasi, langsung memalingkan wajah. Tapi pada dasarnya, semua orang akan menoleh pada sensasi pada kemunculannya pertama kali.
Dan terus-terang, aku seperti melihat adanya metode yang sama dengan sensasi terbaru film Indonesia sekarang ini. Mengundang Miyabi.
Jelas-jelas sensasi besar. Kenapa produser film Indonesia merasa perlu menggunakan Miyabi sebagai ikon promosi? Karena Miyabi sendiri memang seorang entertainer yang sensasional. Menurutku, dia bukan artis, karena bagiku film porno itu bukanlah ”art”. Tapi, suka atau tidak, dia memiliki tempat tersendiri di komunitas penggemar film porno. Itu pasti. Dan meskipun Indonesia adalah negara yang menjunjung budaya ketimuran dan menganggap film porno adalah dosa besar, tapi komunitas itu tetaplah ada. Jadi, produser pasti sudah memperkirakan sebelumnya kalau gelombang penolakan ini pasti akan datang begitu dia menyampaikan pernyataannya. Tapi, kalau dia sudah memperhitungkan hal ini sebelumnya, kenapa tetap dilanjutkan?
Jawabannya sederhana. Strategi dagang. Dan dia sangat berhasil saat ini. Aku yakin, kalau Miyabi awalnya hanya dikenal di komunitas orang dewasa yang mengenal film porno saja. Sekarang, setelah banjir protes dan demo besar-besaran, anak-anak bau kencur yang belum pernah melihat film porno sekalipun sudah mengetahui siapa Miyabi. Dan akibatnya, mereka malah akan semakin penasaran untuk mengetahui lebih lanjut, seperti apakah film yang berjudul: Menculik Miyabi ini. Apakah golongan masyarakat yang berdemo besar-besaran untuk menolak kedatangan Miyabi ini sudah memperhitungkan hal ini sebelumnya? Bahwa orang yang awalnya tidak perduli karena tidak tahu, menjadi tertarik dan lebih ingin tahu kenapa dan seperti apakah sosok Miyabi ini?
Sementara, pihak produser film sendiri, sudah memiliki antisipasi untuk menangkis penolakan itu. Mereka akan tetap membuat film ini, meskipun harus melakukan syuting di luar negeri. Jadi, terima atau tidak, film ”Menculik Miyabi” ini akan tetap diproduksi. Apakah film ini nantinya akan dicekal, masih belum ada kepastian. Karena mereka memastikan, kalau Miyabi tidak akan tampil bugil dalam film itu. Kalau ternyata benar dia tampil sopan, maka LSF pun tidak memiliki alasan untuk mencekal penayangannya. Lagipula, sudah menjadi bawaan manusia untuk melawan peraturan, semakin dilarang menonton, maka orang akan semakin berusaha untuk menontonnya meskipun dengan sembunyi-sembunyi.
Jadi, menurut pendapat pribadiku, pihak produser film ini benar-benar berhasil dengan strategi promosinya. Filmnya sudah terkenal bahkan sebelum diproduksi. Semuanya dengan bantuan masyarakat Indonesia sendiri. Menurutku juga, pasti akan ada perbedaan yang signifikan, kalau saja kedatangan Miyabi ini direspon dengan santai dan tidak berlebihan. Dengan anggapan bahwa dia bukan siapa-siapa, filmnya pasti tidak meledak. Toh dia datang bukan untuk membuat film porno kok. Karena kalau memang berniat membuat film seperti itu, pasti kedatangannya dirahasiakan. Lagipula, masih banyak entertainer Indonesia sendiri yang tidak kalah porno bahkan dalam gaya kesehariannya. Nah, yang ini baru cocok didemo besar-besaran.
wah mba, postingan ini sama banget sama status fesbuk aku hari ini hehe.
ReplyDeleteEmang bener gara2 di-infotainment heboh bakalan makin banyak yg tau siapa miyabi. dooh..
bener banget mbak, yang seperti itu namanya strategi dagang. jaman sekarang kalo promosinya terlalu "lurus" kayaknya ga laku juga ya. seneng deh setelah tahu ternyata mbak risma sependapat tentang yang beginian :)
ReplyDeleteIni sebenarnya strategi dagang yang jitu, tapi menurutku nggak etis. Tapi dalam urusan pemasaran, memangnya etika masih berlaku ya?
ReplyDelete